Surat Cinta Kepada Ibu Megawati


 

Halo ibuk. Selamat malam, semoga dalam keadaan sehat dan rahayu. Mencermati perkembangan dunia politik akhir-akhir ini, rasa-rasanya demokrasi yang dipertontonkan per hari ini adalah demokrasi paling lucu dan buruk sepanjang Indonesia merdeka. 

Ketika demonstrasi mahasiswa yang terjadi pada empat atau lima hari lalu-malam sebelum darurat Garuda Pacasila berlatar biru ramai memannggil riuh di media sosial haya dalam waktu dua hari, menjadi penanda ini adalah momen yang tepat supaya PDIP berpihak kepada rakyat. 

Ketika satu per satu kebohongan terungkap, hendaklah partai politik sebesar PDIP yang berpihak pada wong cilik ini harus menyatu di momen ketika demokrasi diamputasi. Harus cepat menangkap momen. Putusan MK yang berpihak pada rakyat harusnya disokong oleh partai sebesar PDIP. 

PDIP partai besar yang sudah makan asam garam, pernah jadi oposisi dan pernah tertatih-tatih di masa orde baru. Jika saya berhadapan sama ibu, yang sedang menyiram tanaman sehabis itu menyeduh teh. Ingin rasanya menegaskan lagi, ini adalah momen-momen dimana PDIP harus berpihak kepada Rakyat. 

Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di PDIP, ingin rasanya membisikijadilah oposisi lagi. Setidaknya, mundur satu langkah dan maju sepuluh langkah dalam enam bulan ke depan. Rangkul Anies, seperti halnya opini sudah melekat kepada Abah Anies di Jakarta, untuk kemudian merangkul Indonesia. Yakinlah rakyat ada di belakang partai yang tegak lurus, tidak cawe-cawe dan apalah namanya itu. 

Jika saya adalah tim penasehat ibuk, sudah saya kasih saran ke ibuk dengan tegas dengan mengunci momen-momen krusial seperti ini hingga hari pendaftaran pilkada 28 Agustus. Momen ini membuat rakyat harus sayang ke PDIP, momen sederhana yang harusnya keputusannya juga simpel. jangan sampai hilang. 

Karena Muyono sedang sibuk tujuh keliling memainkan pion yang tersisa. Pion yang tersisa, itu saya yakin tinggal sedikit. Yakin sekali. 

Eh, iya, saya rakyat biasa, pernah berunjukrasa semahasiswa-sewaktu ibu jadi wakil presiden dan beberapa diantara kami semahasiswa itu ditangkap polisi. Tapi itu masa lalu. Hingga kini terus belajar pendidikan politik sampai sekarang meski berprofesi non partisan. 

Tapi semoga ibuk dengar. Anggap saja ini surat cinta dari rakyat dan tidak ada pembisik lain yang merusak momen ini.... JJika ibuk menangkap momen, tidak pernah saya bayangkan saya berpihak kepada partai wong cilik, partai yang pertama membuka prank ala ala Mulyono di dua tahun pertama. 
















Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan tentang: Apakah Para Blogger Sudah Mati?

Tjoen Tek Kie Nama Toko Obat Kuno di Jalan Sulawesi

Thoeng dan Pecinan di Makassar