Menunggu Vaksin

 




Kalau harapan pemerintah hanya melandasi persoalan perekonomian bisa diselesaikan hanya lewat vaksin Covid-19, rasanya ironis sekali dari kondisi sekarang. Pertumbuhan ekonomi tidak bisa diselesaikan kalau vaksin belum dilakukan. Okay, saya sepakat. Tapi langkah kecil apa yang dilakukan pemerintah untuk mengeliminir peredaran jumlah orang yang terifeksi virus mematikan ini supaya tidak lebih banyak orang terjangkit? 


Pembatasan Sosial Berskala Besar


Kalau hanya mengandalkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), tentu tidak akan cukup. Karena PSBB ini harus dibarengi dengan ketertiban warga masyarakat untuk menggunakan masker, pun menjaga jarak, juga membawa hand sanitizer. Kalau ini urusannya susah sekali, apalagi untuk ukuran Indonesah. 


Jujur, suatu ketika saya mau berangkat ke luar kota dan diharuskan rapid tes. Ketika hasilnya keluar, salah satu item rapid tes saya reaktif. Saya panik tentu saja. Saya rapid tes di sebuah klinik swasta di daerah Margonda, depok, sedikit lebih mahal dibanding tes rapid yang diatur pemerintah sebesar Rp150.000. Saya membayar biaya rapid tes seharga Rp200.000. Hasil Rapid reaktif tidak hanya membuat saya dan keluarga panik, tapi juga bertanya-tanya. 


Setelah berpikir panjang, saya tidak langsung melakukan tes PCR/SWAB, saya menunggu tubuh saya betul-betul siap melakukan PCR/SWAB . Hasil rapid tes saya menyebutkan IgG dalam darah reaktif sedangkan IgM non reaktif. 


Baru tiga hari kemudian setelah Rapid Tes saya memberanikan diri melakukan tes PCR/SWAB secara mandiri di rumah sakit Eka Hosiptal Cibubur. Harga rupiah yang harus saya bayar ketika PCR/SWAB tes mencapai Rp899 ribu. Kurang seribu rupiah sebagaimana disyaratkan pemerintah di angka Rp900.000. Cairan di hidung dan mulut diambil, ada kurang lebih 10 menit perosesnya, saya PCR/SWAB tes. 


Dengan sabar saya menunggu hasil Swab keluar. Hasilnya negatif, alhamdulillah. Lega rasanya, setelah tiga hari tak pasti mencoba mengisolasi mandiri anak dan istri saya. Sulit membayangkan, mereka yang berada di garda terdepan seperti Dokter dan Perawat juga petugas layanan kesehatan lainnya dilanda rasa khawatir setiap kali bertugas. 






Percuma Rapid


Kalau cuman mengandalkan Rapid sebaiknya pemerintah harus memikirulang jika menerapkan rapid kepada masyarakat. Rapid ini hanya skrening awal belaka. Hasil reaktif rapid belum tentu mengindikasi adanya diagnosa Covid-19. Terkadang berpikir, kenapa pemerintah tidak melakukan subsidi swab saja kepada masyarakat yang tinggal di zona-zona tertentu (merah, orange dan kuning). Semakin banyak yang terdata melalui Swab seharusnya pertanda semakin baik upaya pengelolaan penanganannya pandemi ini. 


Bukan dengan buru-buru mengejar perbaikan ekonomi. Mengejar bisa nanti, jikalau masyarakatnya terjamin dari sisi sehatnya. Tak sehat masyarakatnya, sama saja mundur tiga langkah atau banyak langkah ke belakang. Soal vaksin itu soal lain, tak usah digembar-gembor sebab belum pasti juga. Kita ketahui proses pembuatan vaksin paling maju hingga detik ini belum masuk ke fase tiga atau tahapan terakhir dari tiga fase uji kilinik. 


Saya ada karena saya sehat. Itu saja, wassalam.. 

Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan tentang: Apakah Para Blogger Sudah Mati?

Tjoen Tek Kie Nama Toko Obat Kuno di Jalan Sulawesi

Thoeng dan Pecinan di Makassar