Perjumpaan Dengan Ridwan Asal Bima

Saya mengenal Ridwan dengan usia yang kutaksir 30 tahunan. Soal usianya ini saya perkirakan karena Ridwan selesai kuliah sekitar tahun 2008 silam. Ridwan adalah perantau dari Bima Nusa Tenggara Barat. Setamat SMA, Ridwan sudah meninggalkan rumah.

Kota pertama yang disinggahi adalah Makassar. Di kota ini, dia memilih berkuliah di Universitas Islam Negeri Makassar yang dulunya bernama IAIN Alauddin. Dia mengambil kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat. Sebenarnya dia punya banyak pilihan, sejauh yang saya ingat dia punya tiga pilihan pertama di Fakultas Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat dan satunya lagi, saya lupa.


Ridwan berpikir, barangkali dengan memilih Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat, tidak ribet dan bisa cepat selesai. Hasilnya, Ridwan bisa selesai tepat waktu sesuai targetnya hampir empat tahun. Ridwan tak banyak bergaul, kalau sedang libur kuliah, dia banyak menghabiskan waktunya di pasar-pasar.

Paling sering di pasar yang dekat dengan kampusnya.  Ridwan menghabiskan banyak waktunya untuk bekerja di pasar jika sedang tak ada perkuliahan. Bekerjanya, apapun itu yang penting hasilkan uang.

Ridwan memang tak bisa berdiam diri. Kalau ada hobi bekerja-ya bekerja itulah hobinya. Bekerja di pasar, Ridwan menjadi kuli, atau menjual kembali barang-barang yang didapatnya di pasar. Misalnya, membeli bawang di pasar, kemudian menjualnya kembali ke rumah-rumah di sekitar kosan tempat tinggalnya, tak jauh dari kampus UIN Makassar di Kabupaten Gowa.

Setamat kuliah, Ridwan merantau ke Kalimantan. Dengan modal bisa bawa truk, Ridwan membawa truk hasil illegal logging yang masih musim di kala itu. Dua tahun berselang, Ridwan pindah kota lagi ke Papua. Tepatnya di Sentani, berjarak satu jam dari ibukota Papua, Jayapura.

Di Sentani, Ridwan mengangkut hasil kayu dengan truk raksasa melewati perbatasan Papua menuju ke Papua Nugini. Pekerjaannya dalam sebulan bisa menghasilkan pendapatan hingga Rp20 juta. Tapi, pendapatan yang diterimanya itu sebenarnya paling kecil dibanding rekan-rekan sesama sopir truk.

Ridwan beralasan, pendapatannya tak sebesar dibanding rekannya yang lain sesama sopir. Itu karena dia punya batasan. Kalau sopir lain, bisa menghasilkan Rp40-50 juta perbulannya.  Ridwan hanya bisa setengahnya, bolak-balik Papua lewat perbatasan hingga ke Papua Nugini. Rekannya sesama sopir truk pengangkut kayu bisa doping menggunakan sabu-sabu penambah stamina dan penghilang kantuk. Hasil yang didapat pun bisa dua kali dari pendapatan Ridwan. Di Papua, Sabu mudah didapatkan selama ada uang.

Tapi Ridwan menolak pakai Sabu waktu ditawari rekannya sesama sopir. Dia berprinsip tidak pakai sabu, cukup ngopi saja. Sedangkan temannya yang kebanyakan berasal dari pendatang Sulawesi seperti dari Toraja, Gorontalo dan Mandar lebih memilih jalan pintas mendapatkan uang hasil lembur lebih banyak.

Sehabis gajian di tempat kerjanya sebagai sopir pengangkut kayu Papua, Ridwan sering diajak sesama sopir berkaraoke di ibukota Papua-Jayapura. Karena pendapatannya masih lebih kecil dibanding sopir lain, Ridwan selalu ditraktir karaoke atau ditawari perempuan malam di Jayapura.

Kurang lebih dua tahun, Ridwan bekerja sebagai sopir pengangkut kayu di Papua hingga akhirnya dia dipecat atau diberhentikan. Dipecatnya karena alasan sederhana, dompetnya hilang entah karena kecurian atau lain hal.

Di tempat kerjanya sebagai sopir truk pengangkut kayu itu, kehilangan dompet berarti kehilangan surat-surat berkendara. Sedangkan kehilangan surat-surat berkendara bagi perusahaan tempat Ridwan bekerja urusannya ribet karena mengurusnya bisa sampai sogok-menyogok aparat. Jalan pintasnya diberhentikan. Perusahaan tempat Ridwan bekerja  ini adalah perusahaan asing dari Singapura.

Selepas bekerja menjadi sopir truk pengangkut kayu, Ridwan pontang-panting bekerja kiri-kanan, jualan kopi hingga sempat bekerja di mall Sentani sebagai pegawai biasa.

Kurang lebih dua tahun ini Ridwan bekerja sebagai pekerja lepas di Unit Penyelengara Bandar Udara (UPBU), Sentani. Tugasnya hanya mengantar tamu dari Kementerian atau yang berkaitan dengan UPBU Sentani. Jika tak ada tamu dari luar, tugas Ridwan mengantar-jemput Kepala Tata Usaha UPBU Sentani.  UPBU Sentani adalah salah satu unit kerja dibawah Direktorat Bandar Udara Direktorat Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.

Jika libur atau hari raya semisal idul fitri tiba, Ridwan justru memilih jalan-jalan ke luar negeri ke Singapura, ke Hong Kong atau memilih mengunjungi rekannya di Jakarta.

Ridwan punya janji, tahun 2024 akan pulang kampung. Sebisa mungkin, kalau pulang kampung, syukur-syukur bisa membawa jodoh perempuan yang akan dinikahinya adalah pilihannya sendiri.

Hari ini, adiknya baru melangsungkan pernikahan. Dan sampai sekarang, Ridwan belum pernah pulang ke kampung halamannya semenjak menamatkan SMA-nya. Ridwan punya impian, mengenalkan sendiri calon istrinya kepada keempat orangtuanya. Itu lebih baik, katanya, daripada dipaksa pulang untuk menikah atas perintah ibu kandungnya.

Ayah Ridwan punya tiga istri. Sewaktu menikah dengan istri kedua dan ketiga, semua atas ijin istri pertama. Saya tidak tahu, apakah Ridwan juga punya impian seperti itu kepada calon-calon istrinya kelak, atau hanya calon istri. Seperti bapaknya, yang juga seorang sopir truk itu.

Semoga dipanjangkan umur dan tercapai cita-citamu bro!



--Sentani, Desember penghujung tahun

Comments

  1. Template blognya diganti dengan yang warna standar, biar lebih mudah dibaca

    ReplyDelete
  2. Template blognya diganti dengan yang warna standar, biar lebih mudah dibaca

    ReplyDelete

Post a Comment

sekedar jejak..

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan tentang: Apakah Para Blogger Sudah Mati?

Tjoen Tek Kie Nama Toko Obat Kuno di Jalan Sulawesi

Thoeng dan Pecinan di Makassar