Sebelah Kaki Media Dimana?
Hak orang untuk merasa benar. Juga
hak orang untuk merasa salah, mengklarifikasi dan meminta maaf. Saya tidak tahu
anda termasuk orang yang bagaimana. Terlebih di media-media sosial. Bukannya
mencerdasakan, tapi menjerumuskan banyak orang. Bego berjamaah itu lumrah, tapi
sangat sungguh sangat disayangkan kalau ada orang yang mengamini. “Ah
barangkali dia hanya tak tahu sumber resminya, atau barangkali dia belum baca
bukunya dan bla bla,” ujar orang yang mengamini ini.
Kalau orang sudah mengamini dengan
kalimat kecil dalam hati seperti itu, bukankah sunguh kasihan. Ibaratnya orang
mengamini itu sebuah doa, semoga anda diluruskan. Kadang-kadang mau menggurui
sekadar meluruskan, tapi anehnya takut dibilang pinterlah, mentang-mentang
anulah eh malah dituduh kaum cebong dan kamfret. Kalau sudah begitu, ya tak
usah ambil pusinglah. Semoga mereka sadar dan paham akan keilmuannya masing-masing.
Padahal Keilmuan mendasar yang
paling bawah itu ada pada soal kroscek, membaca, menelisik soal benar tidaknya
sebuah pernyataan. Ada yang dosen, ada yang mantan dosen, ada malah bergelar S3
dan S4 tapi keilmuan soal kroscek lemah sekali.
Apapun bidang keilmuannya
perntayaan filsafat yang tak pernah diajarkan di bangku sekolah dasar adalah
bertanya kritis soal kenapa. Membangun skeptis soal kenapa memang menjadi
penting sekali sejak kecil.
Ada seorang insinyur, menanggapi
banyak hal. Dari soal politik, sosial dan soalan lain yang bertaut dengan
banyak orang. Tapi saya kira ini wajar, apalagi di era keterbukaan dan
demokrasi yang sebentar lagi (Pilpres 2019). Sekarang ini kroscek di media
sosial lebih banyak dilakukan lewat media-media mainstream. Istilah media mainstream
juga bagi saya tidak bisa hanya mengandalkan satu media belaka. Dua atau tiga
media paling sahih barangkali bisa.
Media mainstream adalah media yang
istilah menurut saya populer menjadi rujukan. Detikdotcom, kompasdotcom, tempodotco,
liputan6dotcom, kumparandotcom. Setidaknya ini bisa mnejadi rujukan soal sahih
tidaknya berita atau informasi yang beredar di media sosial. Kalau mau
menambahkan, bisa juga BBCIndonesiadotcom, metrotvnewsdotcom, sindonewsdotcom, vivanewsdotcom
atau okezonedotcom.
Tapi ada baiknya kita tahu juga
siapa-siapa pemilik, pengusaha atau orang besar di belakang media-media itu.
Detikdotcom misalnya dibelakangnya ada pengusaha Chairul Tanjung pemilik Transcorp.
Akrab disapa CT, Chairul konon punya kedekatan dengan Presiden RI keenam Susilo
Bambang Yudhoyono. Tak hanya memiliki Detikdotcom, CT juga berafiliasi dengan
media raksasa paman sam seperti CNNIndonesiadotcom, CNBC on line dan CNBC TV.
Kompasdotcom masih dimiliki oleh
pengusaha media mapan Jacob Oetama. Metrotvnewsdotcom dimiliki Surya Paloh,
Tempodotco bisa jadi masih paling independen dan bisa menjadi pilihan kroscek
yang paling pas. Media yang selalu dikaitkan dengan nama besar Goenawan
Muhammad ini berapa lama yang lalu (saya lupa) sempat disuntik dana pulhan
miliar oleh Ustadz Kondang Yusuf Mansur lewat kepemilikan saham.
Liputan6dotcom ini dimiliki oleh
pengusaha Eddy Kusnadi Sariaatmadja lewat Emtek Group. Belakangan Emtek Group
juga telah mengakuisisi Merdekadotcom setelah sebelumnya punya kapanlagidotcom.
Kalau tak salah Emtek juga punya online app store. Sedangkan sindonewsdotcom,
okezonedotcom dimiliki oleh pengusaha Hary Tanoesoedibjo yang juga pemilik MNC
Group. Vivanewsdotcom masih dipunyai oleh keluarga Aburizal Bakri, termasuk TV
One dan Anteve. Kumparan identik dengan keluarga Hartono melalui suntikan modal
yang besar lewat Djarum.
Terlepas dari kepemilikan pengusaha
besar di media-media tersebut, masyarakat berhak menghakimi media-media itu
sebab mereka telah menjadi milik khalayak/ publik. Bagi saya pribadi, media
sudah sewajarnya menjadi milik publik dalam arti kepemilikan yang sebenarnya.
Belilah media-media ini yang telah melantai di bursa. Ada banyak yang sudah
melantai di bursa, misalnya Tempo, Viva dan MNC (sejauh yang saya tahu).
Atau kalau urusan membeli saham
lewat bursa masih ribet, idealnya sih, media-media yang kalau mau disebut
independen harus membuka donasi kepada masyarakat. Dari sini, jelas ketahuan
bahwa media ini betul-betul milik publik. Lantas apakah dengan system donasi
dan system kepemilikan lewat saham, media-media kita sudah bisa dikatakan
independen? Saya rasa tidak, selama media-media itu berada dalam irama industri
dan berkaitan dengan capital. Jika sudah begitu akan terjadi bentrok
kepentingan di dalam media. Dan bagi saya bentrok kepentingan di dalam media
itu juga perlu, asal sistem keredaksiannya juga demokratis.
Percayalah, tak ada satu media pun
di dunia ini yang tak berpihak. Dia harus memijakkan salah satu kakinya. Supaya
berimbang satu kaki yang lain di sebelah melawan arah. Kemana kau akan berjalan? tidak
mungkin lurus belaka, sebab pasti ada tujuan di kaki pertama atau kaki ke dua yang kau pijak
tadi. jalannya tatih tapi ada tujuan yang mau dicapai. Wassalam.
Comments
Post a Comment
sekedar jejak..