kopi itu soal cita rasa dan cita rasa itu diciptakan bro

Beraktivitas seharian, katakanlah lima jam berada di depan komputer atau laptop. selepas itu istrahat, makan siang, kerja lagi, kemudian setengah jam berlalu, apa yang anda cari. kopi atau teh. atau katakanlah anda berada tiga jam melihat perkebunan dan menyurusinya, setelah itu beristirahat, makan siang untuk kemudian lanjut lagi bekerja, selepas sejam kemudian apa yang anda cari. barangkali kopi atau teh.  


Kalau saya berada berada di kedua aktivitas itu, mau dipilih salah satunya saya akan mencari kopi. bukan teh. apalagi jika kepala sedang pusing atau nyut-nyut, saya butuh kafein pastinya. kalau sudah begitu, nikmatnya bukan kepalang. kopi tidak selamanya soal rasa. ia juga butuh suasana. jika kepepet, tak ayal saya mencari kopi apapun itu. saset lah minimal yang paling bisa tersedia saat itu juga. kalau kita sepakat, berarti kopi tidak bisa lepas dengan suasana. soal cita rasa boleh belakangan, tapi ada momen di mana kita membutuhkan kafein dalam secangkir-segelas, pun sesloki kopi. 

betulkah demikian?

sejauh pengamatan saya, pasti ada saat dimana anda membutuhkan waktu, sebuah kesendirian, me time atau apapunlah itu yang penting soal kopi. menghirupnya, menyeruput perlahan dengan cangkir sebatas tiga jari dari jangkauan hidung perasa. atau menyeruput ditemani kawan kongkow sambil membincang soal rasa kopi yang memang tak ada habisnya.

sekarang mari membahas soal cita rasa kopi. membahasnya tak perlu ilmu mumpuni kelas barista atau sekelas kecapers (penilai) juri-juri penikmat kopi. cita rasa kopi itu soal selera. dan selera seperti kata Edy Rahmayadi, bukan hak anda menilainya. Apa hak anda bertanya demikian?

Tapi tahukah bahwa sebenarnya, persoalan kopi di Indonesia adalah soal edukasi. Kenapa? sebab kita ini sangat kaya dengan keanekaragaman varietas kopi. kaya varietas berarti kaya akan ragam rasa kopi yang beraneka itu. sedangkan kita penikmat kopi kebanyakan hanya tahu soal kopi gayo, kopi toraja, flores, kopi papua, kopi bali dan kopi merek kota di berbagai belahan nusantara ini. parahnya itu kalau hanya tahu kopi saset. itulah kenapa edukasi soal kopi sangat penting. supaya para penikmat kopi di eropa, penikmat kopi di Amerika bahkan Jepang tidak melabeli kopi kita dengan merek mereka. 

ini penting bukan? 

baiklah, kalau begitu mari kampanyekan kopi lokal kita. Caranya, ya dengan belajar membuat kopi. sederhana saja. tidak perlu memiliki kebun kopi, kemudian belajar proses memetik, memilih biji, mengeringkan lalu kemudian digoreng atau disangrai. cukuplah urusan begitu menjadi urusan petani kopi kita. tapi mengetahui proses kopi itu juga sedikit penting. penting, setidaknya tahu proses. 

saya menyarankan belajar dari hal-hal kecil. dari penyeduhan kopi. sebab menyeduh itu bukan soal sederhana, beda ukuran beda rasa. proses menyeduh kopi saya pertamakali dimulai dengan panci, gelas dan saringan. paling sering saya lakukan seduh kopi dengan alat paling sederhana ini untuk kopi Lampung, robusta. itu bagi saya sudah sangat standar sekali. 

hehe, saya menghindari kopi saset sejak dua tahun silam. sebab, saya pikir pembodohan saja. kecuali kepepet, paling banter saya cari kopi kapal api bukan kopi saset susu kapal api. bukan. kopi hitam kapal api. tapi karena tak mau kalah dengan Tetsuya, ya sepertinya kita memang harus belajar menyeduh kopi sendiri. Ngomong-ngomong Tetsuya itu, tukang seduh kelas dunia dari Jepang. kalau tak salah handal di kontes seduh V60. Kalau masih tak paham buka youtube deh, pasti nemu. 

Kalau sudah, tentu tahu dengan V60. ini adalah salah satu alat utama yang standar untuk salah satu jenis seduh kopi. V60 sederhanannya hanya pengalas saringan untuk kertas merek Hario yang sekilas mirip dengan literan mini plastik dengan kemiringann 60 derajat. 



tentu peralatan jenis seduh lainnya ada lagi macam dan jenisnya. ada euro press, vietnam drip, syphone dan sebagai-sebagainya. suatu saat kalau dah jago saya mau menciptakan satu atau dua alat seduh kopi. hehe, tapi suatu saat yang entah. alat-alat sejenis itu tadi, semua dilabeli oleh eropa, jepang bahkan vietnam. 

kita mah di Indonesia hanya modal saringan ajah. jadi mengapa edukasi kopi itu penting, biar tidak kayak tempe yang dilabeli di Jepang sana. jadi, bagi pecinta kopi di warkop dengan modal susu campur kopi, saran saya mulailah menabung, beli kopi kemasan yang bukan berbentuk bubuk. tapi berbentuk biji kopi. kalau duitnya sedikit-sedikit sudah ada, belilah penggiling atau grinder yang manual. setelah itu, coba beli hario, timbangan digital, plus kettle dengan pengatur suhu. 

setelah semuanya sudah ada-minimal yang saya sebutkan tadi, mulailah buka warung kopi ala barista. ehhh belom, belajarlah dulu menyeduh sendiri sampai menemukan cita rasa yang tepat. setelah mahir, bandingkan dengan kopi saset. Lah pasti rasanya lebih enak buatan tangan sendiri bukan? 

percaya saya deh. cita-cita peminum kopi sebagian besar adalah membuka cafe atau warung kopi sekelas cafe ala ala barista. kalau cita-cita seperti itu sudah ada, saya yakin edukasi kopi akan membumi. kalau sudah seperti itu saja sudah sangat luar biasa. setidaknya anda bisa mengurangi konsumsi kopi saset di negeri ini dengan pengaruh edukasi yang saya bilang tadi.

Karena sebetulnya kopi saset itu, ampas kopilah yang dimanfaatkan, kopi saset itu kopi kelas rendahanlah atau bisa juga kopi saset itu ibarat bensin yang mudah terbakar. Ya, semoga cita cita saya dan kelian semua tercapai. aamiinn. selamat hari kopi dunia ya jatuh tanggal 1 Oktober 2018. Terimakasih kepada Fakultas Kopi yang memberikan pelajaran soal menyeduh kopi yang baik. ayo trus mencicip kopi buatan sendiri. merdeka. 



Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan tentang: Apakah Para Blogger Sudah Mati?

Tjoen Tek Kie Nama Toko Obat Kuno di Jalan Sulawesi

Thoeng dan Pecinan di Makassar