Kehilangan itu..
"Kalau mereka lupa atau tidak tahu rasanya kehilangan seseorang yang kita sayangi, maka pedulilah. Ucapkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya, seperti halnya kita pernah kehilangan seseorang yang kita sayangi.."
Saya mengucapkan kalimat ini lewat pesan singkat WA kepada istri saya yang mengalami masalah karena harus meminta izin di tempatnya bekerja. Ya ibunda saya wafat, per 28 Januari kemarin. Kami sangat kehilangan tentu saja. Sekarang, saya dan lima saudara saya sudah beryatim piatu, tidak punya ayah dan ibu yang biasa kami panggil bapak dan mamak.
Sedangkan istri saya, sudah kehilangan bapak sejak ijab kabul kami ucapkan di depan jenazah almarhum bapak dari istri saya pada Oktober 2013 silam. Ibu saya wafat setelah bapak sudah lebih dulu Berpulang 2008 silam, kira-kira di Bulan Juli.
Ketika ibu saya wafat, saya dan istri saya sedang tidak berada di Kota Makassar. Saya dan Istri sudah berdomisili di Depok, Jawa Barat. Ibu saya wafat sebenarnya tanpa sakit dan khabar apapun yang memberikan kecemasan kepada kami.
Memang sepekan atau dua pekan sebelumnya ibu sempat dirawat di rumah sakit Grestelina karena tekanan darah tinggi. Tapi, kami dan kelima saudara saya beranggapan sakit ibu hanya persoalan biasa, atau istilahnya penyakit kambuhan. Belakangan saya salah besar. Besar sekali.
Saya dan istri saya terakhir kali bertemu ibu pada November 2017 di Jakarta. Ibu mengunjungi Jakarta, karena urusan pernikahan di keluarga besar kami. Kami bahkan sempat berswafoto bersama anak kami tercinta, Adlan. Itulah pertemuan terakhir kami dengan ibunda kami Lusie Faishal Thung.
Kalau dibilang kenangan bersama ibu, saya ceritakan sedikit soal rahasia-rahasia bersamanya. Ia pernah memberikan saya uang lima ribuan. Hanya karena saya tidak berani meminta uang kepada bapak. Dan ia tahu saya sangat membutuhkan. Pun ibu diam-diam tanpa sepengetahuan bapak memberikannya kepada saya.
Kalau saya sakit demam tinggi di malam hari, ibu yang mengompres kepala saya dengan air dingin. Sewaktu saya sekolah SMP (kelas delapan), saya pernah masuk puskesmas karena terluka parah kena gir sepeda. Ibu yang datang pertama kali sehabis maghrib di Puskemas, menemani-menunggu jahitan kaki saya.
Waktu saya patah tulang pegelangan tangan tahun pertama kuliah di Unhas karena main sepak bola, ibu yang membawa saya ke Prof Idrus Paturusi, kenalannya di sekolah kedokteran yang tak diselesaikannya. Waktu anak saya lahir dan mau diaqiqah, ibu menghadiahkan gelang emas di bayi saya, walau saya belum mampu membelikannya waktu itu.
Kalau mereka tidak tahu rasanya kehilangan, maka sekiranya ini bisa sedikit memberitahumu apa itu kehilangan. Pun sekiranya sepenggal cerita ini bermanfaat, barangkali hendaklah kita berbakti sekecil apapun itu.
Sehendaknya, berbakti itu bukan soal memberikan perbuatan baik kepada ibu dan bapak kandung belaka.
Berbakti sewajarnya, ikut merasakan kehilangan orangtua orang lain. Dengan begitu semoga tuhan memperpanjang usia orangtua kita di dunia, dan menenangkan orangtua mereka yang telah wafat, seperti kami.. Amin..
Comments
Post a Comment
sekedar jejak..