Kue Bulan di Atas Perahu



Hari masih sore. Tiga perempuan paruh baya tampak asyik bercengkerama di dermaga Pelabuhan Kayu Bangkoa. Mereka adalah warga Tionghoa yang bersiap berangkat ke Phinisi Karam. Mereka menunggu temannya yang lain.


"Kami lagi menunggu teman-teman lain supaya bisa pergi bersama-sama menikmati kue bulan di atas perahu," kata Lily Marwi. Tidak berapa lama, sekitar 10 orang telah siap di atas perahu kecil yang diberi nama Honolulu. Mereka akan mengikuti upacara makan kue bulan di atas perahu.

Salah satu yang berpartisipasi dalam upacara ini adalah tokoh Tionghoa Makassar, Arwan Tjahjadi, yang datang bersama istrinya. "Menikmati kue bulan sama seperti berekreasi. Tradisi ini juga sebagai bentuk rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa," katanya. Di atas perahu kecil itu terlihat rantang dan kardus berisi kue.

Tak lama kemudian, perahu kecil ini bertolak menuju Phinisi Karam. Phinisi Karam adalah perahu kayu yang didesain seperti perahu karam. Bagian atasnya serupa restoran apung. Phinisi Karam ini memiliki tiang penambat di bawah laut sebagai penopang. Jarak dari dermaga Kayu Bangkoang menuju Phinisi Karam sekitar 300 meter.

Begitu sampai, suasana sudah ramai. Sejumlah warga Tionghoa menikmati pemandangan di sekitar perahu. Ada yang berenang, ada pula yang menyiapkan makanan dan kue bulan. Selain Arwan Tjahjadi, mantan Wakil Wali Kota Makassar, Andi Hery Iskandar, hadir di sini. Ia menikmati suasana laut di sekitar Phinisi Karam, yang memang tak dalam dan terlihat jernih.

Menjelang malam, warga Tionghoa menyiapkan penganan. Tentu saja, selain kue bulan, nasi putih, ikan bakar, dan nasi kuning dihidangkan sebagai menu pembuka. Menurut Henry Surya Wikarsa, 60 tahun, tradisi makan kue bulan sebenarnya jatuh pada penanggalan 11 bulan 8 Tionghoa. "Nah, kalau di penanggalan Arab, bulan seperti inilah tepatnya kami makan kue bulan," katanya.

Menurut dia, makan kue bulan adalah salah satu bentuk kebersamaan keluarga, kerabat, dan kolega. Kue Bulan bagi warga Tionghoa memang erat dengan sejarah Tiongkok masa lalu. Pada masa Dinasti Chin, konon kue bulan adalah salah satu bentuk komunikasi yang efektif ketika bangsa Mongolia menyerang Tiongkok. "Kue bulan itu salah satu alat komunikasi rahasia saat itu. Caranya, kertas dimasukkan ke dalam kue," kata Hendry. Menikmati kue bulan berdasarkan penanggalan Tionghoa diyakini mampu membawa keberuntungan.

Menurut Ronny Japasal, pemilik Phinisi Karam, ini pertama kalinya ia merayakan kue bulan di atas perahu. Sebab, menurut Ronny, akan lebih mudah melihat bulan di tengah laut. "Tapi lokasi tidak menjadi masalah. Yang terpenting kami meminta doa agar diberi keberkahan pada bulan ini," ujarnya.

Malam semakin larut. Setelah menikmati makan malam, kue bulan pun siap disantap. Kue bulan ini disebut thong chu pia. Bentuknya bundar dengan diameter 3-4 sentimeter dan ketebalan 2 sentimeter. Ini adalah jenis kue basah yang di dalamnya berisi berbagai macam rasa. "Ada telur, kacang hijau, dan durian. Variannya bermacam-macam," kata Lily Marwi.

Sambil makan kue bulan, pemusik tradisional tampil membawakan lagu-lagu daerah yang terdengar syahdu. Seperti dikemukakan Ronny, jarak bulan terlihat begitu dekat dari atas laut. Warnanya berpendar kuning kemerahan.


Catatan, tulisan ini dubuat pada 19 Sep 2011 (Foto diambil di google)



Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan tentang: Apakah Para Blogger Sudah Mati?

Tjoen Tek Kie Nama Toko Obat Kuno di Jalan Sulawesi

Thoeng dan Pecinan di Makassar