Bejibun Masalah di Priok
--dari Elit hingga kelas pekerja
Belum lama ini Direktur Utama
Pelindo II, Richard Joost Lino mengajukan protes kepada Presiden Joko Widodo,
soal penggrebrekan yang dilakukan Kepolisian RI dari Badan Reserse dan
Kriminal. Penggebrekan itu, dipimpin langsung Kepala Bareskrim, Komjen Budi Waseso. Lino protes kepada presiden
melalui via telepon genggam dihadapan awak Media di kantornya PT Pelindo II
kawasan Pelabuhan Priok. Protes itu, bukan ditujukan langsung melalui Presiden
RI Joko Widodo, namun melalui Menteri Perencanaan Pembangunan Kepala Bappenas
Sofyan Djalil.
Dua pekan sebelumnya, Serikat
Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) melakukan aksi mogok
kerja di Pelabuhan Tanjung Priok. Serikat Pekerja menuntut supaya Hutchison
Port Holding (HPH) hengkang dari Priok. HPH ialah anak usaha dari Hutchison
Whampoa Limited-korporasi pelabuhan raksasa mencakup 52 pelabuhan berlokasi di
26 negara antara lain Asia, Timur Tengah, Afrika, Eropa, Amerika dan
Australasia. Hutchison Whampoa Limited berpusat di Hong Kong dibawah kendali
dan tangan dingin founding father Hong Kong, Li Ka Shing, orang terkaya Hong
Kong.
Sepak terjang Hutchison Whampoa
menanam bisnis di Indonesia tak bisa lepas dari seorang Richard Joost Lino.
Lino sendiri, berkiprah sebagai Pegawai Negeri Sipil di Departemen Perhubungan
saat itu, di Direktorat Hubungan Laut.
Tapi, Lino tak bertahan lama di Departemen yang kini berubah namanya menjadi
Kementerian Perhubungan.
RJ Lino |
Tahun 2009 ia dipanggil Menteri
BUMN saat itu, Sofyan Djalil dan ditawari memimpin Pelindo II. Tapi, selama
memimpin Pelindo II, Lino dirundung berbagai protes akibat kebijakannya. Ia
bermaksud membuat PT Pelabuhan Indonesia II menjadi pelabuhan kelas dunia yang
tak kalah dengan Singapura. Ia beranggapan, bahwa tarif pelabuhan Indonesia
mengalami pemasukan pendapatan yang sedikit akibat tak adanya ekspansi.
Singapura dengan pelabuhan
dalamnya mampu membuat kapal besar bisa bersandar. Sementara Indonesia, hanya
mengambil sisa-sisanya saja. Padahal, biaya parkir (transhipment) sangat besar
untuk ukuran kapal raksasa berjuta teus. Ia memperdalam dermaga pelabuhan
Priok, meluaskan kapasitas angkut kapal besar hingga berambisi membangun New
Priok yang diklaimnya sebagai pelabuhan terbesar di Asia. Tapi mengubah semua
itu tak semudah membalikkan telapak tangan.
Ambisinya yang besar juga
mendapatkan berbagai tantangan, terutama internal Pelabuhan Tanjung Priok. Lino
berhasil menggandeng Hutchison menanamkan modal di Priok, melalui anak usaha PT
JICT. Hutchison dan Pelindo II berbagi saham dan saat ini dengan perbandingan
50% dimiliki Pelindo II, sedangkan Hutchison 49%.
Internal JICT melalui serikat
pekerja menganggap masuknya Hutchison tak adil bagi perusahaan. Sebabnya, perpanjangan
kepemilikan dan konsesi PT JICT kepada Hutchison tak transparan kepada publik.
Ini menjadi soal, di satu sisi Serikat Pekerja menganggap Lino gagal sebab
memanfaatkan pelabuhan sebagai lahan negara untuk kepentingan tertentu. Sebabnya,
Serikat Pekerja menganggap masih banyak operator pelabuhan yang layak mengoperatori
Pelabuhan Priok. Misalnya ada Dubai Port.
Di sisi lain, pemerintah, juga
tak bisa berkutik. Alasannya, Lino sebagai pemimpin BUMN pelindo II dianggap
membawa duit beratus triliun, kemudian, dari duit itu, akan diekspansi
membangun New Priok Kalibaru tanpa sokongan negara. Pelindo II adalah
satu-satunya BUMN yang menolak kucuran Penyertaan Modal Negara tahun 2015. Tak
bisa dinafikan bahwa keberadaan Hutchison di Tanjung Priok mampu
menggelembungkan kas PT Pelindo II.
Duit Triliunan di Priok
Pertanyaan kemudian, apa yang
dilakukan Hutchison Port sehingga mendatangkan duit triliunan di Kawasan
pelabuhan Tanjung Priok dibawah kendali BUMN Pelindo II? Tak lain dan tak bukan
hanya transfer teknologi. Melihat pengelolaan pelabuhan yang dikelola Hutchison
Port di Hong Kong misalnya, diakui banyak pihak begitu efisien dengan masa
singgah barang hingga keluar pelabuhan atau dwelling time, tak kurang dari
empat hari.
Hasil verifikasi financial
institute yang merupakan pihak independen dewan komisaris Pelindo II
menyebutkan bahwa nilai JICT saat ini seharusnya sudah mencapai USD854 juta,
sedangkan Deutsch bank yang menjadi advisor Pelindo II hanya memberikan
penilaian sebesar USD639 juta.
Jika dikaitkan dengan konsesi,
seharusnya HPH hanya berhak memiliki 25,2% saham JICT. Sedangkan saat ini
Hutchison Port Holding menguasai saham 49%. Di Pelabuhan Tanjung Priok
perusahaan kontainer bukan hanya PT JICT, namun juga ada PT Terminal Peti Kemas
(Koja) Koja. TPK Koja pun, saat ini sahamnya ampir separuh juga dimiliki
Hutchison.
Pelindo II pernah menyewa
sejumlah ahli yang dinamakan Tim Komite Pengawas. Tim ini menyebut diri sebagai
tokoh independen. Nama keren tim komite pengawas ini ialah Oversight Committee,
terdiri atas Ketua Komite Pengawas Erry Riyana Hardjapamekas, analis keuangan
Lin Che Wei, Ketua Dewan Pengurus Transparansi internasional Natalia Soebagjo serta
ekonom Faisal Basri.
Dari nama-nama tim ahli beberapa
diantaranya cukup familiar. Erry Riyana Hardjapamekas merupakan bekas pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi, selepas menjabat pimpinan KPK ia terjun menjadi
komisaris di PT MRT Jakarta pada 2013. Analis Keuangan Lin Che Wei kini menjadi
staf ahli Menteri Bappenas Sofyan Djalil. Dan Faisal Basri ekonom, mantan calon gubernur DKI
Jakarta.
Aroma Elit di Priok (hanya anilisik)
Tak bisa dipungkiri, keberadaan
Sofyan Djalil sejak menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada
Pemerintaha Joko Widodo-Jusuf Kalla, tak lepas dari peran Wakil Presiden Jusuf
Kalla sendiri. Ketika rotasi menteri di Pemerintahan Joko Widodo, Sofyan Djalil
tetap diberdayakan sebagai Menteri Bappenas menggantikan Andrinof Chaniago.
Sejumlah sumber menyebutkan,
perusahaan Jusuf Kalla, bersangkutpaut dengan bos Pelindo II, RJ Lino melalui
perantara Sofyan Djalil. Barangkali itu sebab, ketika, Bareskrim Menggrebek
Pelindo II di Priok, orang yang pertama ditelepon Lino ialah Sofyan Djalil.
petikan obrolan via telepon
kira-kira seperti ini:
Halo Pak
Sofyan, selamat siang pak," ucap RJ Lino."Kenapa Pak RJ Lino?"
ucap Sofyan.
"Ini
saya pulang rapat di luar tiba-tiba kok begitu banyak polisi di kantor,"
lanjut RJ Lino.
"Ada
apa?" balas Sofyan.
"Ada
penggeledahan. Mereka cari file. Ya saya hormatilah tugas mereka. Tapi ya saya
tidak bisa begini-ini. Harusnya dipanggil dulu, ditanya dulu, dicek dulu ada
apa gitu ya."
"Hmmm,"
sahut Sofyan.
"Kemudian
seperti Crane itu yang 10 itu. Very small investment dari investment yang
besar. Kemudian itu kan sudah proses itu sudah diperiksa berkali-kali, BPK
sudah periksa dan sudah clear juga, proses lelang sampai semuanya," jelas
RJ Lino.
"Yang
dulu itu?" lanjut Sofyan.
"Sebenarnya
bukan lagi dipanggil KPK. KPK saya masih ikut campur untuk mutusin. Kalau ini
saya sama sekali nggak tahu. Jadi mulai proses lelang," ucapnya.
"Memang
ada yang lapor?" balas Sofyan.
"Saya
kira ini ada karyawan JICT yang laporlah ini biasa. Yang ini mulai proses
lelang sampai diputusi pemenang kontrak saya tidak ngerti apa-apa," ucap
RJ Lino.
"Ya.
Yaya.. terus?" jawab Sofyan.
"Saya
tidak pernah teken kontrak. Terus terang saya SMS Pak Luhut Panjaitan (Menko
Polhukam-red). Beliau lagi rapat. Saya protes besar. Kalau begini caranya, saya
berenti lah sekarang," jelasnya.
"Terus
bagaimana sekarang?" jawab Sofyan.
"Kalau
seperti ini caranya, saya berhenti saja. Nggak bisa negeri ini pak," ucap
RJ Lino.
"Ditelepon
Pak Tito? Pak kapolda?" ucap Sofyan.
"Enggak
tadi saya telepon Pak Luhut. Bukan kapolda pak. Tadi dari Bareskrim Polri yang
ke sini. Pak Sofyan yaa, kalau Presiden tidak bisa clear hari ini, besok
berhenti lah. Susah negeri ini seperti ini. Kita kayak dihukum media. Begitu
datang, media begitu banyak. Saya seperti dibuat seperti kriminal. Come on Pak.
I'm make this company so rich. Enggak fair pak. Bapak tolong kasih tahu
presiden deh, kalau caranya seperti ini, saya berhenti," ancam RJ Lino.
"Ibu
Rini Sumarno (Menteri BUMN) gimana?," singkat Sofyan.
"Ibu
Rini sudah telepon Kapolri. Ini contoh enggak baik untuk negeri ini. Kasih tahu
Presiden pak, kalau caranya begini saya berhenti saja besok. Saya sama sekali
disappointed. Saya sama sekali disappointed."
"Dasarnya
apa?" ucap Sofyan.
"Dasarnya
katanya ada korupsi sama money laundring. Come on. Jadi Pak Sofyan tolong kasih
tahu presiden, kalau tidak clearkan hari ini, saya berhenti besok. Saya tidak
mau kerja seperti ini. Negeri ini tidak bisa seperti ini," tutupnya.
Karakter Lino, menurut sejumlah
sumber kerap menelepon sejumlah pejabat teras sekelas menteri hingga Polri
ketika merasa tak berkenan dan berkaitan dengan Pelindo II. Lino, misalnya,
pernah menyebut atasan Kapolda DKI Irjen Tito Karnavian, ketika memfasilitasi
aksi mogok kerja yang dilakukan Serikat Pekerja JICT. “Saya sudah telepon Kapolri,
mengenai masalah ini,” ujar dia. Irjen Polisi Tito, lantaran diskak dengan
atasannya langsung membalas. “Saya tak peduli,” ucapnya kepada Lino.
Lino seolah mengabaikan
fakta-fakta bahwa urusan yang berkaitan dengan keamanan negara termasuk
keberlangsungan keamanan roda perekonomian di jantung pelabuhan Priok sudah
seharusnya menjadi urusan Polda DKI.
Ada lagi, suatu ketika ia tak
acuh dengan Kementerian Perhubungan perihal kewajiban konsesi yang harus
dibayarkan Pelindo II kepada Kementerian yang dipimpin Ignasius Jonan. “Saya
tak ada urusan dengan Kementerian Perhubungan. Atasan saya Menteri BUMN,” ujar
dia.
Menteri BUMN Rini Soemarno
barangkali menjadi orang penting dibalik kuatnya ambisi Lino. Ini juga bukan tanpa sebab. Kalangan elit partai
yang pertama bertentangan dengan Rini Soemarno ialah Partai PDIP. Padahal
Menteri Rini bisa dibilang orang dekat Megawati. Sebelum Joko Widodo menjadi
Presiden RI, saban kali ada kegiatan Megawati, Rini hampir tak pernah absen
mendampingi.
Kini, ketika hubungan dengan
Megawati retak, isu goyang Menteri BUMN terus bergulir. Apalagi, sejak Rizal
Ramli masuk menjadi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dengan jurus andalan
Rajawali Ngepreet.
Sebenarnya, Rizal Ramli dibawa
Joko Widodo membarrier (membatasi) kewenangan Jusuf Kalla. Barangkali cara
halus mendepak Menteri BUMN lagi-lagi melalui cara-cara konflik manajemen antar
elit. Bukan tak mungkin bahwa perang elit di Priok begitu kental dengan
iming-iming triliunan duit di sana.
---Wassalam
Comments
Post a Comment
sekedar jejak..