Aku dan Foto (serial belajar)


Setiap penulis handal biasanya memang pandai menangkap momen. Tapi selalu sebatas imaji belaka. Mereka cukup pandai memindahkan momen dari pandangan mata yang dilihatnya, disimpannya, dipindahkannya ke dalam tulisan. Berbeda dengan Fotografer, mereka rela menunggu berdetik-detik hingga berjamjam demi sebuah momen, lalu ditangkapnya dalam sorot mata kamera mengabadikan.



Seperti penembak jitu menyorot di kejauhan menahan nyamuk, pun menahan napas demi jepretan yang sepersekian detik itu. Keren. Itu sebab, para penulis barangkali selalu takjub dengan fotografi dan saya tak menyangsikan itu. Saya dan fotografi belum juga lama mengakrabi diri. Saya bukan penulis handal, hanya penulis yang terbiasa dengan rasa. Hehe, rasa apa? saya juga bingung, yang penting sedap dibaca, itu saja.



Sejak punya kamera, saya banyak belajar dari para fotografer wartawan, belajarnya pun bukan soal teknis, hanya sering melihat angle kamera mereka, bukan pada bukaan ini dan bukaan itu pada lensa yang beraneka ragamnya.

Jadi, sekali-sekali, dulu punya keinginan suatu waktu-atau kalau bisa setiap waktu malah, keinginan motret dimanapun dan kapanpun itu selalu bisa motret. Cuman, sampai sekarang belum kesampaian. Padahal, sejatinya, bagi seorang fotografer, kamera adalah bagian tubuh yang lain atau indera yang lain di tubuh kita. Ceileh!

Jadi, bagi yang punya kamera, jangan sungkan pada jenis kamera anda. Yang penting momen dan sudut pandangnya, itu saja titik, selebihnya terserah anda. Sebab momen yang abadi punya cerita didalamnya bagaimanapun buruknya jepretan anda. Dan saya sudah menerima itu, sebagai sebuah proses belajar yang menarik. Tak henti-hentinya memandang, meski jepretannya tak sempurna sekalipun. Yang penting jepretan itu lahir dari sentuhan tangan anda. Selamat berproses.. wassalam..

Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan tentang: Apakah Para Blogger Sudah Mati?

Tjoen Tek Kie Nama Toko Obat Kuno di Jalan Sulawesi

Thoeng dan Pecinan di Makassar