300-jadilah bantal yang baik
Hai rumah kecilku yang bahagia. Sudah kujanjikan perihal bahwa setiap kali tulisan ke seratus saya akan merayakanmu. Kali ini kita sudah bercakap setidaknya melalui 300 tulisan dalam berbagai rupa. Dari sajak kacangan, cerita pendek alakadarnya, dongeng picisan, cerita perjalanan, atau curahan ala statusisasi kemakmuran. Maka anggaplah ini semacam ulangtahun, kali ini, saya merayakanmu dengan satu tulisan sederhana. Apalagi kalau bukan doa. Entah doa keberapa yang kuucapkan di sini sebagai, saksi tukang catat tukang segala tukang. hehe.
Di akhir bulan ini, saya akan menikah, dan per tanggal 23 Oktober nanti, calon istri saya berulangtahun. Banyak hal yang sebenarnya perlu kuceritakan. Perihal omongkosong hidup di Jakarta, atau perihal meneropong sisi humanis di Pulau Jawa. Jika selama ini saya memanggilmu tuhan, kali ini saya panggil saja kau bantal. yup, bantal kepala sesuai namamu. saya bosan memanggilmu tuhan. Sebab sebenarnya, kata tuhan yang kusematkan kepadamu hanya sebagai alibi, supaya saya ada teman bercakap.
Rutinitas sehari-hari selama setahun lebih di Jakarta masih berkubang dengan suara keretaapi dan penumpang, pekik kernet si raja besi Kopaja dan Metromini, juga antrian busway kala jam pulang kerja. Ini bukan kebanggaan yang sebenarnya tak perlu diceritakan ketika hidup di Kota Jakarta. Tapi namanya berjuang demi mencari secuil emas, sebongkah inspirasi dan setitik kebahagiaan tentulah ada hasilnya.
Toh, di Jakarta apapun yang dikerjakan asalkan halal bin ajaib alhamdulillah ada jalan. kata-kata ini saya dapatkan dari seorang penyair yang mengamen di bus metromini atau kopaja. Penyair ini, sehari-hari pekerjaannya membaca puisi karya-karya Chairil Anwar atau penyair anonim.
Bantal kepala yang baik, saya berencana merombak mimpi-mimpi saya. Sebagai manusia yang punya akal dan prinsip, pijakan hidup itu perlu. Makanya, saya tanam di rumah kecil ini. Saya hanya tukang catat di Ibukota. Kelebihan tukang catat, tidak ada, kecuali banyak merenung. Cuma masalahnya, akhir-akhir ini saya malas sekali merenung. Maunya menangis saja. Hehe.
Nanti, jika saya menikah, saya akan memperkenalkan teman hidup saya di rumah kecil yang bahagia ini. Namanya, Ika Satyani Subani. Jadi, bantal kepala yang baik, semoga kita bisa berbahagia. Kau sebagai bantal tidur, dan kami sebagai pengisinya. Jika nanti lahir adik kecil di rumah ini, maka kau harus menampungnya. itu saja doaku bantal. Sekarang kau bukan lagi tuhan. Tapi teman yang baik. Selamat ulang tahun bantal.
"Saya mau tidur, sudah shubuh, kemana kau bantal!"
Di akhir bulan ini, saya akan menikah, dan per tanggal 23 Oktober nanti, calon istri saya berulangtahun. Banyak hal yang sebenarnya perlu kuceritakan. Perihal omongkosong hidup di Jakarta, atau perihal meneropong sisi humanis di Pulau Jawa. Jika selama ini saya memanggilmu tuhan, kali ini saya panggil saja kau bantal. yup, bantal kepala sesuai namamu. saya bosan memanggilmu tuhan. Sebab sebenarnya, kata tuhan yang kusematkan kepadamu hanya sebagai alibi, supaya saya ada teman bercakap.
Rutinitas sehari-hari selama setahun lebih di Jakarta masih berkubang dengan suara keretaapi dan penumpang, pekik kernet si raja besi Kopaja dan Metromini, juga antrian busway kala jam pulang kerja. Ini bukan kebanggaan yang sebenarnya tak perlu diceritakan ketika hidup di Kota Jakarta. Tapi namanya berjuang demi mencari secuil emas, sebongkah inspirasi dan setitik kebahagiaan tentulah ada hasilnya.
Toh, di Jakarta apapun yang dikerjakan asalkan halal bin ajaib alhamdulillah ada jalan. kata-kata ini saya dapatkan dari seorang penyair yang mengamen di bus metromini atau kopaja. Penyair ini, sehari-hari pekerjaannya membaca puisi karya-karya Chairil Anwar atau penyair anonim.
Bantal kepala yang baik, saya berencana merombak mimpi-mimpi saya. Sebagai manusia yang punya akal dan prinsip, pijakan hidup itu perlu. Makanya, saya tanam di rumah kecil ini. Saya hanya tukang catat di Ibukota. Kelebihan tukang catat, tidak ada, kecuali banyak merenung. Cuma masalahnya, akhir-akhir ini saya malas sekali merenung. Maunya menangis saja. Hehe.
Nanti, jika saya menikah, saya akan memperkenalkan teman hidup saya di rumah kecil yang bahagia ini. Namanya, Ika Satyani Subani. Jadi, bantal kepala yang baik, semoga kita bisa berbahagia. Kau sebagai bantal tidur, dan kami sebagai pengisinya. Jika nanti lahir adik kecil di rumah ini, maka kau harus menampungnya. itu saja doaku bantal. Sekarang kau bukan lagi tuhan. Tapi teman yang baik. Selamat ulang tahun bantal.
"Saya mau tidur, sudah shubuh, kemana kau bantal!"
Comments
Post a Comment
sekedar jejak..