A i n a
Dan berbait-bait puisi telah dilantunkan di bawah sinar bulan purnama dan payung langit. Bintang-bintang gemerlapan masih ada yang malu menampakkan diri. Sesekali ada satu-dua bintang mengintip, sejam, duajam. Kemudian mereka menghilang lagi. Barangkali malu, pun mereka bergantian menutupi seluruh wajah bersama awan yang samar di malam hari. Cahaya lilin dalam gelas menari-nari, dan mungkin juga tertawa sebahak-bahaknya meratapi sepasang lelaki dan perempuan saling beradu gengsi malam itu. Dan, sebuah meja kecil yang bundar menjadi sandaran yang hanya cukup untuk keduanya. Semuanya bersaksi malam itu. Aina menutup wajahnya. Kedua tangannya menahan malu bukan kepalang. Diajak seorang lelaki yang bagi kebanyakan perempuan tak mungkin ditolak. Materialis, romantis, puitis, dan karismatik, cap yang paling tepat disematkan kepada lelaki yang sekarang berada di depan Aina. "Aku menyukaimu dengan caraku yang paling sembunyi. Kau tau, kenapa aku mengajakmu ke sini? I...