Penghapusan Dosa di Mpok Nur


Saya sebagaimana beberapa kawan buruh media, punya tempat makan yang sama pula. Suatu malam, ketika hujan sangat derasnya menyerbu kota Jakarta, saya memutuskan singgah di tempat makan itu. Nama tempatnya, hampir serupa dengan tenda warteg, dan biasa kami memanggilnya dengan sebutan Warung Mpok Nur.

Warung Mpok Nur cukup megah. Megah, karena warung ini beratapkan beton raksasa di bawah jalur rel kereta di Jalan Kebon Sirih. Kawan, sejawat, dan bos-bos media nusantara, dahulu pernah sering ke sini. Mereka berbagi, sehingga khabar terbaru sumir pun cepat beredar di Warung Mpok Nur.

Mpok Nur, nama pemilik warung ini telah mengelola warung bersama keluarganya. Mpok Nur baik hati, sehingga kami, yang tidak baik ini, seringkali harus meminta penghapusan dosa kepadanya. Penghapusan dosanya bermacam-macam, mulai dari tingkat ringan, sedang hingga penghapusan dosa tingkat berat--seberat-beratnya. Biasanya, penghapusan dosa datang belakangan, berbulan-bulan, barangkali ada pula yang bertahun-tahun.

Perihal penghapusan dosa ini, barangkali serupa dengan salah satu agama tertua, Kristen. Kurang lebih, bagi seorang kristen, penghapusan dosa itu ada di tangan pendeta katolik. Sehingga, bisa dibilang, bagi kami Mpok Nur serupa pendeta, karena seringkali dia menghapus dosa-dosa kami.

Menariknya, kalau penghapusan dosa dari Mpok Nur resmi keluar, para pendosa tak perlu meminum anggur melalui cawan suci. Tapi, cukup dengan mengganti anggur cawan suci itu dengan teh manis, kopi atau semacamnya. Biasanya lagi, kami boleh memaksa, jika tak ada anggur, minuman berbuih seperti bir atau arak masih bisa disaji--tentu dengan memohon sangat dari Mpok Nur.

Suatu petang yang nampak sangat larut. Remang-remang cahaya dari lampu neon panjang warna putih terang, Mpok Nur bahagia sebahagia-bahagianya. Wajahnya sumringah, bukan saja karena ia habis tertawa melepas penat melayani para pelanggan warung. Sejak pagi barangkali, keriputnya seperti hilang, pun letihnya. Matanya menerawang menatap para pelanggan, seolah tak pernah lelah seperti biasa di waktu pagi ketika baru bangun, di shubuh hari melaksanakan aktivitasnya.

Rokoknya selalu menyala, asapnya dibuang lega. malam itu, barangkali banyak pelanggan menghapus dosa kepadanya. Maklum barangkali, kalau dahulu ia adalah perempuan malam yang bekerja di tempat biliar. Ia mengaku pendosa, yang bersyukur karena bisa membuka warung dan melayani para calon pendosa.

Malam selarut itu, para pendosa sepertinya baru saja bebas dari pasungan. Hutang, berbulan-bulan dari para pelanggannya dihapuskan lewat berlembar-lembar tinta hitam sederet angka tertera dicoret!

"Hutang satu bulan, dihapus ya, atau saya coret. jumlahnya Rp200 ribuan. Siapa nih, saksinya, Daeng tandatangan."

Begitu singkatnya, dosa kami dihapus, juga begitu singkat dan lugasnya kami diijinkan berbuat dosa semau-maunya selama itu tercatat di atas kertas para pemilik dosa. Semoga kami masih diijinkan untuk berbuaty dosa lagi. Amin.


---sekali hutang-tetap hutang..sekali berdosa-ya berdosalahh..

Comments

  1. Beberapa tokoh antivatikan pernah menolak keberadaan vatikan karena mengandung indikasi politik atas adanya penghapusan dosa. Sejak kecil kita, muat beragama, dikontruksi untuk berbuat dosa. Kisah Buah Kuldi Adam, misalnya, membentuk karakter kita. Kisah-kisah nusantara pun acapkali diceritai ke kita, seperti Bawah Merah Bawang Putih, Malinkundang, Ikan Mas (cerita rakyat asal usul Danau Toba), dmb (dan masih banyak). Kisah-kisah tadi menonjolkan karakter tokoh yang buruk, yang berbuat dosa, sebagaimana bawang merah mencela bawang putih yang dalam imajiku sampai saat ini bawang putih itu melebihi aktris-aktris Korea.

    Ah, apa pun dosanya, agama adalah agama tempat penyucian dosa. Musik jadi pilihan kedua penyucian dosa, dengan musik lupa nitu semua dosa. Hm

    ReplyDelete
  2. Betul itu bang.. Apapun dosanya, minumannya tetap bir bintang, heinekken, calsberg, dan tentu saja bir bintang cap tuak.. Merdeka!!

    ReplyDelete
  3. Tulisan ini membuka satu lagi wawasan penting buat saya: betapa kalian itu para pengutang rupanya. Astaga....terberkatilah mpok nur...

    ReplyDelete

Post a Comment

sekedar jejak..

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan tentang: Apakah Para Blogger Sudah Mati?

Tjoen Tek Kie Nama Toko Obat Kuno di Jalan Sulawesi

Thoeng dan Pecinan di Makassar