biografi setengah hati

Banyak sekali yang tak tercatat selama perjalanan kali ini tuhan. Anis Baswedan seorang tokoh pendidik itu mengingatkan di twitter, kira kira begini bunyinya : mati tanpa cintamu tuhan, ialah terburuk dari segala kematian yang ada. Pun saya membaliknya : perjalanan tanpamu tuhan, ialah perjalanan terburuk dari setiap perjalanan yang ada.

Saya meninggalkan kota Makassar baru sekitar tujuh bulan. Tentu ada banyak mimpi dan perjalanan terjal kelak, setelah menginjak Jakarta. Mimpi yang kurang lebih sama dari sekitar 10 juta penduduk Jakarta yang bekerja sejak pagi hari.

Sebuah mimpi yang diawali kekecewaan. Banyak tokoh hebat memulai mimpinya dengan permulaan kekecewaan. Lalu, dia mengubur rasa kecewa itu, dengan cara berjuang sendiri membangun segalanya dari fondasi paling bawah.

Saya bukan sesiapa. Tapi saya punya mimpi. Dan percayalah tuhan, saya meyakinkanmu saat ini hingga kau mau mengabulkannya kelak. Tapi, dari semua yang saya ketahui, belum berani saya mengungkapkan di hadapanmu apa keinginan saya. Hehe. Dan tentu saja kau bisa menebak apa keinginan saya itu. Semacam rahasia hanya kau dan saya yang mengetahuinya. Itu sebabnya ada guna kenapa saya selalu menulis tentangmu tuhan, seolah bercakap masa bodoh padahal itu kata sandi yang tak bertuan.

Jadi, semua tulisan yang ada menyebut namamu di sini tuhan, ialah semacam kotak pandora yang akan membuktikannya kelak. Ini semacam kisah perjalanan kaki, mata dan semua panca indera tentang harapan kelak. tuhan yang baik, kau tahu saya belum bisa bercerita banyak. Alasan kenapa saya ingin menulis ini supaya bisa menulis biografi saya kelak, seperti banyak tokoh dituliskan. Ya, dituliskan karena mereka tak menulisnya sendiri. Entah alasan tak mampu atau barangkali juga alasan tak punya waktu.

Oh iya, saya baru saja menyelesaikan bacaan biografi dari tokoh-tokoh macam Karni Ilyas, Chaerul Tanjung dan Dahlan Iskan. Namun, dari sekian biografi itu, barangkali hanya Mahatma Gandhi, Mohammad Hatta dan tentu saja Pramoedya-lah yang paling hebat, sehingga saya tak perlu membacanya sampai tuntas.

Kenapa? Karena pasti sempurnalah perjalanan mereka karena mereka menuliskan perjalanan mereka sendiri. Ya, mereka menulis biografi mereka sendiri. Dan saya tahu tuhan, ketika baru menyelesaikan dua hingga tiga lembar biografi mereka dan berhenti sampai di tiga atau dua lembar tersebut, saya bisa berhayal tentang mereka sepuas saya.

Jadi, dengan menulis biografi mereka sendiri, para pembaca seolah diberi wewenang berkhayal seluas-luasnya tanpa harus menyelesaikan utuh. keren kan tuhan. Ah tuhan, lagi-lagi hanya kaulah yang tahu karena memang kaulah si maha tahu itu. Dan saya, tak pernah berhenti memikirkanmu di setiap perjalanan ini tuhan. dadagh (semoga kau juga tidur di sana, ngantuk saya).


--karena menulis itu berat, maka selalu saya menganggapmu ada di depanku seperti berbincang santai ditemani secangkir kopi dan berbatang rokok. (-tuhan)...

Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan tentang: Apakah Para Blogger Sudah Mati?

Tjoen Tek Kie Nama Toko Obat Kuno di Jalan Sulawesi

Thoeng dan Pecinan di Makassar