Tulisan Tangan
Sejak awal memulai blog ini tahun 2005, saya mau belajar. Belajar selamanya. Banyak inspirasi saya dapati dari penulis-penulis catatan harian semisal Soe Hoek Gie dan Ahmad Wahib. Dua penulis catatan harian ini memang paling menginspirasi. Soe Hoek Gie melalui Catatan Seorang Demonstran, saya membacanya, sejak masih sekolah di kelas tiga SMA. Waktu itu, bisa dibilang itulah kali pertama saya membaca buku paling tebal.
Buku ini saya dapatkan di kamar kakak perempuan saya. Kala itu, ia masih mahasiswa ilmu komunikasi. Buku ini bikin saya tertarik karena kisah perjalanannya memotret masa mahasiswa di tahun 1965. Ia orang Tionghoa yang konsisten. Soe memotret perjalanan kehidupan mahasiswa dan berkuliah di Universitas Indonesia. Soe yang kuliah di Universitas Indonesia itu, saban kali rajin menulis kata-kata melalui pena.
Saya membayangkan kenikmatan menulis melalui pena, sebagaimana yang dirasakan Soe Hoek Gie saat itu. Ahmad Wahib lain lagi. Hal yang paling saya rasakan saat membaca tulisan Ahmad Wahib karena ia mengajarkan untuk menjadi pribadi yang tidak munafik.
Kata-kata Ahmad Wahib akan selalu mengingatkan saya tentang keberanian mengeluarkan apa yang ada di dalam pikiran. Mau berontak sekalipun, katakanlah. kalau toh berat, barangkali diamlah, dan ucapkanlah lewat catatan.
Buku ini saya dapatkan di kamar kakak perempuan saya. Kala itu, ia masih mahasiswa ilmu komunikasi. Buku ini bikin saya tertarik karena kisah perjalanannya memotret masa mahasiswa di tahun 1965. Ia orang Tionghoa yang konsisten. Soe memotret perjalanan kehidupan mahasiswa dan berkuliah di Universitas Indonesia. Soe yang kuliah di Universitas Indonesia itu, saban kali rajin menulis kata-kata melalui pena.
Saya membayangkan kenikmatan menulis melalui pena, sebagaimana yang dirasakan Soe Hoek Gie saat itu. Ahmad Wahib lain lagi. Hal yang paling saya rasakan saat membaca tulisan Ahmad Wahib karena ia mengajarkan untuk menjadi pribadi yang tidak munafik.
Kata-kata Ahmad Wahib akan selalu mengingatkan saya tentang keberanian mengeluarkan apa yang ada di dalam pikiran. Mau berontak sekalipun, katakanlah. kalau toh berat, barangkali diamlah, dan ucapkanlah lewat catatan.
*****
Pada Mulanya Menulis Tangan
Pada mulanya adalah pikiran yang sembunyi, lalu menjelma jadi buah bibirku, ke bibirmu dan pula ke bibir orang lain. Pun saya mengingatnya pada goresan pena, sekadar untuk mengenang kalau kita pernah tertawa perihal pikiran sembunyi itu.
Dahulu, semasa saya sekolah dari sekolah dasar hingga menengah atas di Makassar, tulisan tangan rapi, indah, dan cantik selalu menyita perhatian saya di waktu yang sepi. Di sekolah dasar semasa saya tahun 1990-an, ada mata pelajaran tulisan indah. Ini adalah mata pelajaran yang menyenangkan. Tak perlu pintar-pandai di mata pelajaran ini. Hanya perlu latihan-latihan dan bisa. Saya ingat banyak guru kelas saya semasa itu. Sebut saja Bu Jaenab, Bu Ros atau Bu Sumiati. Mereka adalah guru-guru yang selalu memperhatikan keindahan dan kerapian dalam menulis.
Belum ada kesan tentang apa guna menulis indah kala itu. Inilah uniknya mata pelajaran tulisan indah. Seingat saya, mata pelajaran tulisan indah hanya sampai kelas dua sekolah dasar. Naik kelas tiga, mata pelajaran itu sudah tak ada lagi. Tapi, guru-guru rajin mengkritik tulisan tangan murid-muridnya yang jelek-tak beraturan semisal huruf 't' menyerupai huruf 'p' atau pokoknya susah dibaca.
Orang pintar belum tentu punya tulisan yang indah dan rapi. Begitu juga orang yang tak pernah rangking kelas tapi punya tulisan indah dan rapi, ia tak selamanya pintar-pandai.
Saya berada pada kategori bukan orang pintar tapi punya tulisan yang lumayan indah dan rapi. Apa pasal? ini karena tulisan tangan bagi saya selalu mencuri perhatian saya lantaran tulisan tangan mengisi jeda-jeda saya yang membosankan.
Misalnya, ketika guru matematika saya bercerita tentang pengalamannya yang membosankan dan diulang itu-itu juga, saat itulah saya mencuri kesempatan. Di halaman paling belakang buku saya pasti akan saya tulis sesuatu, apapun itu. Dahulu juga, sangat tren menulis huruf dengan gaya tersendiri. Saya selalu mencobanya dan menulis hal-hal yang itu-itu juga : Pada suatu hari saya dan teman-teman pergi berlibur ke sebuah daerah pegunungan. kalimat ini selalu banyak berulang pada catatan belakang buku tulis saya.
Belum ada kesan tentang ide menulis yang baik seperti apa, konflik dimana, dan diakhir cerita akan seperti apa. Pun juga, belum ada seorang guru yang memperhatikan pentingnya dunia kepengarangan. Mereka hanya mengacu pada buku Bahasa Indonesia. Salah satu yang saya ingat adalah buku Bahasa Indonesia terbitan Tiga Serangkai (TS).
Saya ingat, sebuah judul cerita dalam buku Bahasa Indonesia terbitan Tiga Serangkai itu. Judulnya barangkali Si Bengal, dan kalau tak salah itu buku Bahasa Indonesia untuk kelas dua Sekolah dasar. "Si Bengal anak yang malas. Kerjanya Tidur dan makan melulu.."
Saya tidak tertarik pada Bahasa Indonesia, saya tertarik, hanya bagaimana merancang tulisan dengan berbagai model. Ada tulisan miring, ada tulisan sambung dan ada tulisan tangan pisah-pisah. Hanya itu yang saya perhatikan, dan selalu menjadi tantangan saya untuk bisa melakukannya.
Hal yang paling terkenang semasa saya SMA, kalau tak salah di kelas dua SMA, saya membuka buku catatan saya sejak sekolah dasar, menengah, hingga menengah atas yang tersimpan di gudang belakang rumah. Saya tertawa sejadi-jadinya mengenang masa-masa setiap buku tulis saya. Bukan soal mata pelajarannya, tapi tentang catatan-catatan dihalaman belakang buku itu.
Begitu banyak tulisan dengan berbagai model saya buat pada masa memori itu. Semasa Sekolah Dasar, saya ingin tulisan tangan saya menyerupai tulisan tangan yang cukup cantik dari Donni, teman sekolah dasar yang cukup nakal, tapi punya tulisan tangan yang banyak dipuja guru-guru saya.
Semasa SMP, saya ingin tulisan tangan saya seperti Fadli, seorang anak yang cuek dan jarang masuk kelas, tulisan tangannya menyerupai tulisan daun-daun yang gemulai. Tulisan tangan semacam ini pada akhirnya meneyerupai tulisan orang India. Dan semasa SMA, saya ingin tulisan saya seperti teman saya Ruslan, yang saban caturwulan mendapat rangking satu di kelas saya.
Sampai sekarang saya masih melakukan itu. Selalu membawa catatan-catatan kecil, menuliskannya saat jeda yang membosankan, mengulang tulisan itu berkali-kali, dan saat membukanya di waktu yang berbeda, saya mengenangnya. Setiap goresan memiliki makna yang berbeda, meski mengulang kalimat itu berkali-kali. "Pada suatu hari saya dan teman-teman melakukan perjalanannya ke gunung.. Pada suatu hari saya dan teman-teman berwisata ke permandian alam..."
Sama, tapi akan selalu nampak berbeda. Pun, tantangannya akan selalu berbeda. Itulah kini banyak orang pintar pandai meramal tapi tak tahu menyelami. Dan saya menyelami mereka melalui tiru-meniru tulisan tangan mereka bahkan memperbaharui sekadar lebih menarik dan lebih canggih dari tulisan tangan mereka. Jadi, saya bukan peramal atau bukan pula motivator!
Dan sampai sekarang saya akan mengulang tulisan itu kembali, melalui mesin tik yang canggih semacam laptop. Goresan tangan akan selalu menjadi persinggahan yang panjang untuk sebuah ide. Selamat menggoreskan tulisan tangan yang indah teman..
Comments
Post a Comment
sekedar jejak..