Posts

Showing posts from October, 2011

Duit Kita Ada di Surga Mereka

Image
Ini bukan sesuatu banget yah. Tapi kebetulan saja. Baru saja saya menonton film dokumenter, judulnya, Capitalism : A Love Story. Film ini bersifat dokumenter perjalanan barangkali, karya Michael Moore yang terkenal itu. Ia mengupas habis kapitalisme, berawal dari tempat sang sutradara-Michael Moore bertumbuh, di Kota Flint, Michigan. Flint adalah sebuah kota kecil, lokasi pertama pabrik mobil General Motor. Ayah Michael Moore, adalah seorang pegawai di General Motor. Sebagai penikmat film, sungguh, saya sangat mengagumi pembuatan film dokumenter ini. Terutama Keberanian Michael Moore mengangkat dampak kapitalisme, juga, sungguh menerangkan apa itu kapitalisme. Saya menyimpulkan kapitalisme adalah uang, modal, materi. Dan sungguh, jika hanya uang dan modal yang diandalkan dalam hidup, saya tidak tahu seserakah apakah kita. Di Amerika, Michael Moore menggambarkan bagaimana ketergantungan masyarakat terhadap duit. Tentu saja, setiap orang bisa mendapatkan duit, dengan cara meminjam di ba...

Sebab Waktu, Saya Begitu Dekat

Seminggu terakhir, betul-betul padat. Sebagai wartawan, saya mengerti, saya sedikit pemalas. Saya punya alasan untuk malas, sebab, setidaknya saya berhak libur. Selama seminggu saya harus mengisi tiga berita mengenai tiga Rubrik di halaman Koran Tempo Makassar. Ketiganya, dengan hari yang berbeda. Rubrik Gaya Hidup-Arsitek setiap rabu, Rubrik Kreativitas, setiap jumat, dan rubrik Dia, setiap sabtu. Ketiga rubrik itu membahas satu halaman penuh. Belum lagi persiapan untuk rubrik Chinatown, yang naik cetak setiap hari senin. Seperti biasa, saban Sabtu dan Minggu saya memanfaatkan akhir pekan saya. Itu pun, sabtu pekan lalu, saya masih sempat mengunjungi Kabupaten Gowa, Desa Bontolangkasa Selatan, Dusun Borongkanang. Saya merencanakan liputan penenun khas -- lipa' sa'be dari Kabupaten Gowa, untuk rubrik kreativitas yang naik cetak hari Jumat. Penenun dalam bahasa Makassar dikenal dengan sebutan Pattennung. Perjalanan menuju dusun ini saya tempuh sekitar satu jam, ditemani teman b...

Anggie

Image
Saya memanggilnya Anggie. Saya menebak nama Anggie adalah nama samaran. Pertemuan saya dimulai sebulan lalu, di sebuah rumah makan. Rambutnya panjang, paha putihnya begitu kentara, serasi dengan baju kaos tanpa lengan dengan paduan celana jeans short-pant. Dia mengaku bekerja sebagai tukang pijat. "Tapi bukan pijat plus-plus," katanya. Berapapun bayarannya, Anggie tak akan meladeni pelanggan yang demikian. Ia baru setahun bekerja di tempat pijat di Jalan Cendrawasih. Anggie masih muda di usianya 25 tahun. Empat tahun lalu, ia ditinggal suaminya di kampung halaman. Ia enggan bercerita mengapa suaminya pergi. "Saya dijodohkan. Tapi beberapa lama setelah menikah, dia meninggalkan saya," ucapnya. Anggie berasal dari Kabupaten Maros, tepatnya di Desa Laiya. Desa ini tidak jauh dari dari lokasi penelitian fakultas Kehutanan Unhas, Bengo-Bengo. Setidaknya butuh perjalanan sekitar dua jam berjalan kaki untuk mencapai desa Laiya. Ia tinggal di dusun sebelah, yang akrab dik...