BPK--Memancing dan Kesimpulan Entahlah
Dari perbincangan kami yang menyenangkan, ia menjelaskan kepada saya tentang betapa asyiknya pekerjaan memancing itu. "Memancing itu, seperti mencoba keberuntungan di lautan luas. Rejeki juga bisa dilihat darisitu," aduh !! kata teman saya ini. Betul juga, pikir saya. Dia itu namanya Mas'ud. Sebenarnya dia bukan teman saya. Tapi bahan narasumber saya. Pekerjaannya sebagai kepala seksi subauditorat sulawesi selatan badan pemeriksa keuangan. Auditor akuntan negara barangkali lebih tepat menyebut profesinya.
Profesi ini menurut saya sangat berjasa. Mereka-mereka ini ditempatkan di BPK usai menyelesaikan studi di sekolah tinggi akuntan negara (STAN). Tapi untuk pak Mas'ud (saya menyapanya) tidak. Ia lulusan akuntansi Universitas Ailangga, Surabaya. Gaya hidupnya sederhana.
Sangat sederhana untuk ukuran kepala seksi subauditorat keuangan. Pak Mas'ud tak punya mobil. "Belum mampu", katanya. Tapi di rumahnya yang berada di kompleks keuangan negara, telah banyak kepala seksi memiliki mobil. "Saya tidak tahu ya, kalau mereka. Soalnya pekerjaan kami ini sangat rentan untuk dimanfaatkan," bebernya.
Sebagai auditor, kepala daerah gubernur, walikota, bupati hingga tingkat BUMN sangat takut dengan audit keuangan yang dilakukan BPK. Itu sebab, barangkali saya menyebut mereka ini adalah jalur depan pegawai negara yang skeptis terhadap negaranya sendiri. Kenapa bisa? tanya saya. "Kami tahu kok, permainan keuangan para kepala daerah di Indonesia. Ujung-ujungnya memanipulasi data, untuk kepentingan korupsi," kata dia lagi.
Pak Mas'ud tidak heran. Jika ribuan pegawai negara BPK, hanya bisa dihitung jari mencoblos atau mencontreng saat pemilihan kepala daerah berlangsung. "Sebab, kami tahu uang siapa yang dimanfaatkan untuk kepentingan kampanye," ucapnya
Tapi tak ada orang yang sempurna, kata pak Mas'ud. Sebaik-baiknya auditor, juga rentan dimanfaatkan. Mungkin, mereka (pegawai BPK) yang rajin mencontreng di pemilihan kepala daerah, bisa jadi rentan dimanfaatkan.
Bisa jadi ya, bisa jadi, tapi entahlah. Tak ada manusia yang sempurna. Kalau mau lihat ukuran kesempurnaan atau tidak, cobalah pergi memancing. Kalau kau dapat banyak ikan, bisa jadi kau sempurna untuk ukuran rejeki. Tapi jika tidak, berarti kamu sial.
"Cobalah disaat memancing pertamakali, itu lebih baik" katanya, mengukur.
Bagi saya, sempurna..entahlah, aneh mengukurnya dengan memancing ???!!!
Profesi ini menurut saya sangat berjasa. Mereka-mereka ini ditempatkan di BPK usai menyelesaikan studi di sekolah tinggi akuntan negara (STAN). Tapi untuk pak Mas'ud (saya menyapanya) tidak. Ia lulusan akuntansi Universitas Ailangga, Surabaya. Gaya hidupnya sederhana.
Sangat sederhana untuk ukuran kepala seksi subauditorat keuangan. Pak Mas'ud tak punya mobil. "Belum mampu", katanya. Tapi di rumahnya yang berada di kompleks keuangan negara, telah banyak kepala seksi memiliki mobil. "Saya tidak tahu ya, kalau mereka. Soalnya pekerjaan kami ini sangat rentan untuk dimanfaatkan," bebernya.
Sebagai auditor, kepala daerah gubernur, walikota, bupati hingga tingkat BUMN sangat takut dengan audit keuangan yang dilakukan BPK. Itu sebab, barangkali saya menyebut mereka ini adalah jalur depan pegawai negara yang skeptis terhadap negaranya sendiri. Kenapa bisa? tanya saya. "Kami tahu kok, permainan keuangan para kepala daerah di Indonesia. Ujung-ujungnya memanipulasi data, untuk kepentingan korupsi," kata dia lagi.
Pak Mas'ud tidak heran. Jika ribuan pegawai negara BPK, hanya bisa dihitung jari mencoblos atau mencontreng saat pemilihan kepala daerah berlangsung. "Sebab, kami tahu uang siapa yang dimanfaatkan untuk kepentingan kampanye," ucapnya
Tapi tak ada orang yang sempurna, kata pak Mas'ud. Sebaik-baiknya auditor, juga rentan dimanfaatkan. Mungkin, mereka (pegawai BPK) yang rajin mencontreng di pemilihan kepala daerah, bisa jadi rentan dimanfaatkan.
Bisa jadi ya, bisa jadi, tapi entahlah. Tak ada manusia yang sempurna. Kalau mau lihat ukuran kesempurnaan atau tidak, cobalah pergi memancing. Kalau kau dapat banyak ikan, bisa jadi kau sempurna untuk ukuran rejeki. Tapi jika tidak, berarti kamu sial.
"Cobalah disaat memancing pertamakali, itu lebih baik" katanya, mengukur.
Bagi saya, sempurna..entahlah, aneh mengukurnya dengan memancing ???!!!
Comments
Post a Comment
sekedar jejak..