Mengenang Gus Dur

Jauh di peristirahatan terakhirmu, saya tahu sangat kehilangan. Saya hanya pernah memiliki satu buku karanganmu Gus, kalau tak salah judulnya 'TNI Kembali ke Barak.' Itu pun tak sempat saya baca habis, karena keburu dipinjam sama senior saat masih kuliah dulu. Gus, kamu kontroversi iya tentu saja. Tapi bukan itu yang membuatku takjub. Hari pemakaman itu yang bikin takjub. Semua orang dari pelbagai, tua muda, kaya miskin, cina papua, kristen budha hingga konghucu turut hadir mengantarmu di persinggahan terakhir.

Benarlah adagium ini, 'setiap orang akan dikenang barangkali saat ia telah tiada'. Saya jadi ingat cerita, seorang bapak tua yang sangat cerewet kepada anaknya. Saat itu, bapak tua yang renta itu, telah sakit dan berada lama di pembaringan.

Saban hari, selalu saja ia memanggil anak satu-satunya sekadar untuk mendengar cerita bapak. Cerita bahwa ia pernah menemukan sebuah kota kecil, yang di dalamnya berisi mahluk-mahluk unik. Mulai dari mahluk raksasa, perempuan berbadan dua, hingga cerita tentang seorang perempuan cantik yang memiliki ilmu sihir.

Tapi sang anak tidak percaya. Sang anak selalu saja menganggap bapaknya itu seorang pendongeng belaka. Kecewa barangkali, karena ia lama ditinggal pergi bapaknya, dan baru pulang saat ia telah dewasa. Bapak tau sang anak sangat-sangat kecewa, sampai tak ingin lagi mendengar cerita omongkosong darinya.

Akhirnya ajal menjelang. Sang Bapak pergi begitu saja dengan damai dalam tidur dan mimpinya seolah ada yang ingin disampaikannya. Tapi mimpinya juga terbayar, saat cerita yang omongkosong itu, sirna menjadi kenyataan.

Saat pemakaman, orang-orang dari negeri dongeng itu muncul satu persatu, berbelasungkawa dan terimakasih tak henti atas jasa sang bapak yang menyelamatkan kota kecil berisi mahluk-mahluk unik di dalamnya. Saya baru ingat sekarang, Judul Film itu Big Fish.

Ada saat ketika ia pergi, dengan gemparnya. Tapi orang-orang tetap berdatangan di pemakaman. Dongeng itu benar adanya, seperti kontroversi yang pernah diucapnya.

Dan saya, hanyalah salah seorang manusia yang merasakan manfaat kontroversi ke Gus Dur itu. Tapi itu membuat saya percaya diri, sampai sekarang. Ya, saya tidak malu lagi, karena saya adalah seorang Tionghoa keturunan yang pernah trauma pada 1998 lalu.

Gus Dur telah membuat rasa percaya diri itu tumbuh dengan sendirinya. Terimakasih, semoga tenang di Surga sana.

Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan tentang: Apakah Para Blogger Sudah Mati?

Tjoen Tek Kie Nama Toko Obat Kuno di Jalan Sulawesi

Thoeng dan Pecinan di Makassar