Dongeng..
saya mencoba membuat dongeng di kamar kecil saya..
Negeri Katabencana
Pada suatu ketika orangorang hanya diperbolehkan mengucapkan beberapa kata saja, sesuai dengan apa yang dilakukannya. jika kau menginginginkan sesuatu, hanya boleh mengucap tiga kata. lalu sejenak berhenti, tidak boleh berkata lebih dari tiga kata sebelum diakhiri jeda. Lebih dari itu akan mendapat denda, dan hukuman cambuk yang berat kepada lawan bicara, karena itu orangorang lebih banyak berkata dalam hati daripada memboros kata lewat mulut, yang konon menjadi kepercayaan dan berujung kebiasaan turuntemurun di negeri itu. Itulah sebuah negeri yang bernama negeri Iritkata. Setiap orang hanya bisa mengucapkan kata seirit dan seefektif mungkin,sebuah negeri dari kerajaan kata yang dipimpin oleh seorang raja, bernama raja Katairit. Negeri dimana setiap orang tidak boleh banyak kata, banyak bicara. Sebuah negeri dimana keheningan bagaikan tradisi yang wajib dipatuhi oleh masyarakatnya.
Setiap tahun sang raja yang bergelar Katairit melaksanakan ritual khusus di tengah masyarakat. tradisi ini di negeri Iritkata dikenal dengan nama ritual Diam Kata. Setiap tahun sang raja katairit mengumpulkan rakyat Iritkata di sebuah lapangan besar. Ribuan orang penduduk Iritkata melakukan ritual diam kata demi menghormati leluhur mereka yang menghargai pentingnya mengirit kata, sebuah ritual yang menyelamatkan sebuah peradaban kecil yang menempatkan bangsa Iritkata sebagai sebuah bangsa yang sabar dari planet kecil bernama dunia kata.
Raja katairit memiliki seorang putra tunggal yang kelak akan menjadi pengganti ayahnya. Putra tunggal sang raja bernama katahati. Suatu hari nanti menurut peramal sang raja, Katahati akan mengubah dunia kata yang entah menjadi apa. Ramalan tersebut menurut ramalkata si tukang ramal kerajaan juga belum dapat dipastikan secara utuh, masih berupa kepingan dan tandatanda. Hanya dengan mengikuti perkataan si peramallah, maka ramalan dapat dipastikan.
***
Delapan belas tahun adalah dewasa. Tapi kenapa kekonyolan ini masih tetap bertahan hingga hari ini. mengapa setiap orang hanya bisa diam, dan hanya bisa berkata dalam hati. Buat apakah mulut dan telinga jika hanya bisa berbicara tiga kata dan mendengar tiga kata setelah itu jeda beberapa saat yang tak jelas kapannya. lewat secarik kertas sebaiknya kutulis saja kemarahanku kepada Katababu dan Kataplayan yang sering kali memindahkan bukubuku pemberian ayah. Padahal bukubuku itu telah aku beri tanda di halaman yang tak sempat kubaca.
'kataplayann..katababu...'.
Beruntunglah aku bisa berteriak dengan keras. Meski tak sopan melakukannya. Paling tidak aku hanya mengeluarkan dua kata, dan itu cukup untuk memanggil mereka berdua, Kupikir..aku adalah anak raja maka aku boleh berbuat sesukaku.
Pangeran katahati menumpahkan kemarahannya, tetapi dengan selembar kertas yang ditulisnya rapi. Pangeran menghujat, menghardik lewat kata yang ditulisnya. Si pembantu Kataplayan dan Katababu hanya bisa mengangguk.
I’ya pangeran’
‘Ratu memerintah kami’.
Kataplayan menjawab dengan sedikit ketakutan, Katababu tak ikut bicara. Dia hanya ikut mengangguk. Bedebah semuanya, ada apa dengan negeriku ini, kenapa semua orang hanya bisa mendongakkan kepala, atau jangan-jangan mereka takut kena kutukan jika telalu banyak bicara. Tiga kata, hanya tiga kata, setelah itu jeda minta ampun tunggunya. Bagaimana dengan hati mereka, apakah juga diam, atau irit berbicara dalam hati. Atau hanya saya di negeri ini yang berbicara dalam hati sepanjang ini. Tidak, kali ini aku harus berontak. Akan kurebut tahta kerajaan ini, dan kubunuh ayahandaku biar rakyatku bisa bicara lebih dari tiga kata. Biar rakyatku bisa bicara dan menyatakan cinta lewat mulutnya, dan bukan lewat tubuhnya.
***
Syahdan tragedi itupun datang. Sang Pangeran Katahati berhasil merebut tahta kerajaan dari ayahnya Raja Katairit. Tragedi itu terjadi ketika rakyat Iritkata melakukan sebuah ritual Diam kata yang dipimpin Raja Katairit. Dengan sebilah pedang, sang pangeran membunuh raja didepan rakyatnya. Diangkatnya pedang itu mengahadap langit dan dihadapan rakyatnya. Berbicaralah sang pangeran sepuas-puas dihadapan rakyat tanpa ada iritkata sebagaimana nama negerinya sendiri.
‘Hari ini akulah pemimpin kalian wahai rakyatku, setiap orang kini berhak bicara sepuas-puasnya tanpa perlu mengirit kata. Didepan kalian sebagai saksi, aku membunuh ayah kandungku sendiri untuk mengubah negeri ku ini, negeri yang akan kita cintai selamanya’.
Tetapi, kebingungan dan ketakutan tentu saja menyelimuti rakyat Iritkata yang menyaksikan Sang Raja Katairit mati dibunuh oleh putranya sendiri. Perlahan setiap orang mulai berbicara meski masih berbisik, apa gerangan maksud perkataan pangeran yang mengangkat diri menjadi raja di negeri itu.
Waktupun berlalu di negeri itu, hampir setiap orang tak perlu mengirit kata. Semuanya bebas berbicara, para pedagang dan pembeli di sekitar kerajaan kini ramai oleh hiruk pikuk menawar harga sayuran daging maupun buah yang dijajakan. Setiap orang kini boleh bernyanyi di negeri itu, tanpa musik sekalipun orang-orang bisa bernyanyi tanpa batas. Para pemuda di negeri itu, kini bebas menyatakan cinta lewat mulut dan berakhir setubuh.
Di dalam kerajaan Raja Iritkata kini bebas berteriak sepanjang dan semaunya kepada para pengawal, kepada ibunya yang takluk dibungkam oleh sang raja baru itu. Katababu dan Katapelayan kini bebas bercerita perihal perangai buruk sang raja di dalam kerajaannya. Raja Katairit tak lagi rajin membaca buku-buku tua pemberian ayahnya dahulu. Berpidato kini menjadi hobi barunya-jadi penghasut didepan rakyatnya. Menjanji kesejahteraan di depan rakyat tetapi berujung kerja paksa di belakang.
Waktu pun terus berjalan di negeri itu, ketika orang-orang sudah bebas berbicara, berhasut kepada satu sama lain. Apa yang dijanjikan Raja Katairit hanya janji belaka, perempuan dan peperangan kini menjadi penyakit baru di di negeri Iritkata. Tak hanya raja, para prajurit juga dimanjakan dan rakyat semakin menderita akibatnya.
***
Merasa diujung tanduk dan sudah menanti ajal, karena pemberontakan rakyat di negeri itu. Raja Katahati mengurung diri dalam kamar yang megah sambil merenungi negerinya yang sebentar lagi hancur di serang para pemberontak. Katahatinya masih berbicara, tatkala ayahnya belum dibunuh.
Maafkan aku ayahhh, aku bodoh merubah tradisi negeri kita ayah.., bodoh sungguh bodoh melihat perliku rakyatku yang ingin menghancurkan rajanya sendiri.. sungguh bodoh membebaskan mereka berbicara dan memaki rajanya sendiri ayah.. maafkan aku ayah aku bodoh mengubah negeri kita Iritkata, menjadi bencana maafkan aku ayah.. aku akan menyusulmu meminta ampunan darimu…
Hingga suatu ketika bertahun-tahun negeri itu dilanda perang saudara. Sebuah negeri tanpa tuan, sedikit demi sedikit negeri itu ditingalkan rakyatnya karena tak tahan hidup di tengah kekacauan tanpa seorang raja. Hingga beberapa lama negeri itu kini dikenal sebagai negeri Katabencana, tanpa kedamaian. Yang kuat adalah yang mampu bertahan, dan Iritkata tinggal sebuah cerita kuno dan konon pernah ada kedamaian di negeri itu.
Makassar,2008
Negeri Katabencana
Pada suatu ketika orangorang hanya diperbolehkan mengucapkan beberapa kata saja, sesuai dengan apa yang dilakukannya. jika kau menginginginkan sesuatu, hanya boleh mengucap tiga kata. lalu sejenak berhenti, tidak boleh berkata lebih dari tiga kata sebelum diakhiri jeda. Lebih dari itu akan mendapat denda, dan hukuman cambuk yang berat kepada lawan bicara, karena itu orangorang lebih banyak berkata dalam hati daripada memboros kata lewat mulut, yang konon menjadi kepercayaan dan berujung kebiasaan turuntemurun di negeri itu. Itulah sebuah negeri yang bernama negeri Iritkata. Setiap orang hanya bisa mengucapkan kata seirit dan seefektif mungkin,sebuah negeri dari kerajaan kata yang dipimpin oleh seorang raja, bernama raja Katairit. Negeri dimana setiap orang tidak boleh banyak kata, banyak bicara. Sebuah negeri dimana keheningan bagaikan tradisi yang wajib dipatuhi oleh masyarakatnya.
Setiap tahun sang raja yang bergelar Katairit melaksanakan ritual khusus di tengah masyarakat. tradisi ini di negeri Iritkata dikenal dengan nama ritual Diam Kata. Setiap tahun sang raja katairit mengumpulkan rakyat Iritkata di sebuah lapangan besar. Ribuan orang penduduk Iritkata melakukan ritual diam kata demi menghormati leluhur mereka yang menghargai pentingnya mengirit kata, sebuah ritual yang menyelamatkan sebuah peradaban kecil yang menempatkan bangsa Iritkata sebagai sebuah bangsa yang sabar dari planet kecil bernama dunia kata.
Raja katairit memiliki seorang putra tunggal yang kelak akan menjadi pengganti ayahnya. Putra tunggal sang raja bernama katahati. Suatu hari nanti menurut peramal sang raja, Katahati akan mengubah dunia kata yang entah menjadi apa. Ramalan tersebut menurut ramalkata si tukang ramal kerajaan juga belum dapat dipastikan secara utuh, masih berupa kepingan dan tandatanda. Hanya dengan mengikuti perkataan si peramallah, maka ramalan dapat dipastikan.
***
Delapan belas tahun adalah dewasa. Tapi kenapa kekonyolan ini masih tetap bertahan hingga hari ini. mengapa setiap orang hanya bisa diam, dan hanya bisa berkata dalam hati. Buat apakah mulut dan telinga jika hanya bisa berbicara tiga kata dan mendengar tiga kata setelah itu jeda beberapa saat yang tak jelas kapannya. lewat secarik kertas sebaiknya kutulis saja kemarahanku kepada Katababu dan Kataplayan yang sering kali memindahkan bukubuku pemberian ayah. Padahal bukubuku itu telah aku beri tanda di halaman yang tak sempat kubaca.
'kataplayann..katababu...'.
Beruntunglah aku bisa berteriak dengan keras. Meski tak sopan melakukannya. Paling tidak aku hanya mengeluarkan dua kata, dan itu cukup untuk memanggil mereka berdua, Kupikir..aku adalah anak raja maka aku boleh berbuat sesukaku.
Pangeran katahati menumpahkan kemarahannya, tetapi dengan selembar kertas yang ditulisnya rapi. Pangeran menghujat, menghardik lewat kata yang ditulisnya. Si pembantu Kataplayan dan Katababu hanya bisa mengangguk.
I’ya pangeran’
‘Ratu memerintah kami’.
Kataplayan menjawab dengan sedikit ketakutan, Katababu tak ikut bicara. Dia hanya ikut mengangguk. Bedebah semuanya, ada apa dengan negeriku ini, kenapa semua orang hanya bisa mendongakkan kepala, atau jangan-jangan mereka takut kena kutukan jika telalu banyak bicara. Tiga kata, hanya tiga kata, setelah itu jeda minta ampun tunggunya. Bagaimana dengan hati mereka, apakah juga diam, atau irit berbicara dalam hati. Atau hanya saya di negeri ini yang berbicara dalam hati sepanjang ini. Tidak, kali ini aku harus berontak. Akan kurebut tahta kerajaan ini, dan kubunuh ayahandaku biar rakyatku bisa bicara lebih dari tiga kata. Biar rakyatku bisa bicara dan menyatakan cinta lewat mulutnya, dan bukan lewat tubuhnya.
***
Syahdan tragedi itupun datang. Sang Pangeran Katahati berhasil merebut tahta kerajaan dari ayahnya Raja Katairit. Tragedi itu terjadi ketika rakyat Iritkata melakukan sebuah ritual Diam kata yang dipimpin Raja Katairit. Dengan sebilah pedang, sang pangeran membunuh raja didepan rakyatnya. Diangkatnya pedang itu mengahadap langit dan dihadapan rakyatnya. Berbicaralah sang pangeran sepuas-puas dihadapan rakyat tanpa ada iritkata sebagaimana nama negerinya sendiri.
‘Hari ini akulah pemimpin kalian wahai rakyatku, setiap orang kini berhak bicara sepuas-puasnya tanpa perlu mengirit kata. Didepan kalian sebagai saksi, aku membunuh ayah kandungku sendiri untuk mengubah negeri ku ini, negeri yang akan kita cintai selamanya’.
Tetapi, kebingungan dan ketakutan tentu saja menyelimuti rakyat Iritkata yang menyaksikan Sang Raja Katairit mati dibunuh oleh putranya sendiri. Perlahan setiap orang mulai berbicara meski masih berbisik, apa gerangan maksud perkataan pangeran yang mengangkat diri menjadi raja di negeri itu.
Waktupun berlalu di negeri itu, hampir setiap orang tak perlu mengirit kata. Semuanya bebas berbicara, para pedagang dan pembeli di sekitar kerajaan kini ramai oleh hiruk pikuk menawar harga sayuran daging maupun buah yang dijajakan. Setiap orang kini boleh bernyanyi di negeri itu, tanpa musik sekalipun orang-orang bisa bernyanyi tanpa batas. Para pemuda di negeri itu, kini bebas menyatakan cinta lewat mulut dan berakhir setubuh.
Di dalam kerajaan Raja Iritkata kini bebas berteriak sepanjang dan semaunya kepada para pengawal, kepada ibunya yang takluk dibungkam oleh sang raja baru itu. Katababu dan Katapelayan kini bebas bercerita perihal perangai buruk sang raja di dalam kerajaannya. Raja Katairit tak lagi rajin membaca buku-buku tua pemberian ayahnya dahulu. Berpidato kini menjadi hobi barunya-jadi penghasut didepan rakyatnya. Menjanji kesejahteraan di depan rakyat tetapi berujung kerja paksa di belakang.
Waktu pun terus berjalan di negeri itu, ketika orang-orang sudah bebas berbicara, berhasut kepada satu sama lain. Apa yang dijanjikan Raja Katairit hanya janji belaka, perempuan dan peperangan kini menjadi penyakit baru di di negeri Iritkata. Tak hanya raja, para prajurit juga dimanjakan dan rakyat semakin menderita akibatnya.
***
Merasa diujung tanduk dan sudah menanti ajal, karena pemberontakan rakyat di negeri itu. Raja Katahati mengurung diri dalam kamar yang megah sambil merenungi negerinya yang sebentar lagi hancur di serang para pemberontak. Katahatinya masih berbicara, tatkala ayahnya belum dibunuh.
Maafkan aku ayahhh, aku bodoh merubah tradisi negeri kita ayah.., bodoh sungguh bodoh melihat perliku rakyatku yang ingin menghancurkan rajanya sendiri.. sungguh bodoh membebaskan mereka berbicara dan memaki rajanya sendiri ayah.. maafkan aku ayah aku bodoh mengubah negeri kita Iritkata, menjadi bencana maafkan aku ayah.. aku akan menyusulmu meminta ampunan darimu…
Hingga suatu ketika bertahun-tahun negeri itu dilanda perang saudara. Sebuah negeri tanpa tuan, sedikit demi sedikit negeri itu ditingalkan rakyatnya karena tak tahan hidup di tengah kekacauan tanpa seorang raja. Hingga beberapa lama negeri itu kini dikenal sebagai negeri Katabencana, tanpa kedamaian. Yang kuat adalah yang mampu bertahan, dan Iritkata tinggal sebuah cerita kuno dan konon pernah ada kedamaian di negeri itu.
Makassar,2008
Comments
Post a Comment
sekedar jejak..