Janji Dan Kebetulan

Orang-orang dengan mudahnya berjanji, janji itu tak gampang dan bisa bikin dosa. Tapi entah kenapa janji jualah yang mempertemukan kita. Apakah itu hal yang kebetulan. Sama halnya ketika kita bertemu, itu adalah kebetulankebetulan yang tak disengaja?.
Aku masih ingat pertemuan kita di sebuah warung makan dekat kantor. Aku sedang makan kala itu, kebetulan hujan sangat deras banyak orang berteduh di tempat itu kau berada di belakangku dan tanpa senganja kau menyenggol punggungku. Itulah awalnya kau berucap kata “Maaf” padaku. Kata maafsaja tidak cukup bagiku, kupersilahkan kau duduk disampingku. Mulailah perkenalan kita yang berakhir pada sebuah janji untuk perkenalan berikutnya
Di penghujung sebuah janji ada perkenalan berikutnya untuk lebih mengenalmu. Jam delapan malam tepat kita berjanji bertemu di sebuah bioskop, aku telat lima menit dari jauh aku sudah melihatmu kau sungguh cantik mempesona. Aku tahu kau baru pulang kantor dan langsung singgah di bioskop itu, sedangkan aku –harus menyelesaikan tugas kantor dari bos yang memberi job tambahan untukku. Aku terlambat lima menit.
Janji berikutnya malam minggu di sebuah restoran. Jam delan tepat kita janjian di meja no 27. Lagi-lagi aku terlambat Tujuh Menit dan di depan pintu berkaca tembus pandang terlihat kecantikanmu yang membuatku takjub sesaat dengan gaun hitam. Kau memaafkanku saat kuucapkan “Aku terlambat Tujuh menit”, kau hanya tertawa tersenyum dan tidak marah. Aku kikuk, jantungku berdebar saat tiba-tiba kau mencium pipiku dan mengucapkan “Terimakasih tanggal 27 bulan 7 adalah ulangtahunku”. Meja no 27 itu adalah pesanan temanku, aku tak sempat memilih meja karena ibu tibatiba sakit. Aku membawanya ke dokter.
Kali ini aku tak berani janji. Kau mengajakku berkunjung ke rumahmu jam Empat sore kau menyuruhku datang, namun aku tak bisa janji –meski hari minggu, aku harus menemani tamu sang bos. Aku hanya bisa mengucapkan “Jam sepuluh malam aku akan datang”. Syukurlah kau mengiyakan.
Kebetulan tempat menemani sang bos tak jauh dari rumahmu, hanya berjarak empat rumah dari kediamanmu, kata bos “Kamu pulanglah duluan”. Pulanglah saya dan bermaksud menuju ke rumahmu dengan berjalan kaki. Aku melangkah menuju rumahmu kirakira kurang lima menit jam empat. Aku ingin membuat kejutan untukmu karena sang bos tiba-tiba menyuruhku pulang. Dalam perjalanan, seorang pemuda gondrong menabrakku dengan tergesa ia berlari tanpa kata maaf dari mulutnya, berlari menuju arah yang sama denganku, Si gondrong itu menggunakan kaos oblong dibelakangnya tertulis angka Empat. Mirip baju bola pikirku. Aku singgah ke warung kecil sesaat pemuda itu menabrakku, sekedar membeli permen penyegar mulut. Kulanjutkan perjalananku pemuda itu tak kelihatan lagi.
Jam Empat kurang satu menit, aku sudah berada di depan pintumu, sengaja aku membuka pintu tanpa mengetuk lebih dahulu –sekedar kejutan pikirku.
***

Tahukah kau angka Empat adalah angka sial buatku, dan aku melanggar janji –seharusnya datang jam 10 malam, kebetulan aku datang lebih awal bahkan tepat waktu dari yang kau katakan jam 4 sore. Tidak sengaja aku melihatmu bercumbu dengan pemuda gondrong yang menabrakku dengan tergesa saat menuju ke rumahmu. Kau bercumbu dengannya diatas sofa.

Ketika kita bertemu itu adalah kebetulan, kebetulan yang tidak disengaja, waktu kita berpisah itu adalah janji yang kulanggar dan kebetulan yang tidak disengaja.
Kini aku tak mudah berjanji, karena janji selalu dihiasi kebetulan-kebetulan yang kadang membuatku sial.

Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan tentang: Apakah Para Blogger Sudah Mati?

Tjoen Tek Kie Nama Toko Obat Kuno di Jalan Sulawesi

Thoeng dan Pecinan di Makassar